bintang jatuh

Selasa, 25 November 2014

Teknik Pengendalian Hama Tanaman Jagung



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR                      …………………………………………….................      ii
DAFTAR ISI                   ………..................……………………………………………….     iii
BAB. I.  PENDAHULUAN              ………….................…………………………………     1
I. 1.    Latar Belakang                ..........................…………………………………..     1
I. 2.    Tujuan            ...............…...................………………………………………     2
I. 3.    Manfaat                       .....................................................................................     2
BAB. II. PEMBAHASAN               …........................……………………………………..     3
II. 1.   Sistematika dan Morfologi Tanaman Jagung       .....................................     3
II. 2.   Jenis – jenis Hama Pada Tanaman Jagung        .....................................     4
II. 3.   Metode Pengendalian Hama Pada Tanaman Jagung    ...........……….     9
BAB. III. PENUTUP               ......................………………………………………………   11
           III. 1.  Kesimpulan                ................…………………………………………….   11
           III. 2.  Saran                   ...................………………………………………………..   11
DAFTAR PUSTAKA                 ...........................................................................................   13







BAB. I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Tanaman jagung sudah lama dibudidayakan petani Indonesia dan merupakan tanaman pokok kedua setelah padi. Penduduk kawasan timur Indonesia seperti Nusa Tenggara Timur, Madura, sebagian Maluku, dan Irian Jaya sudah biasa menggunakan jagung sebagai makanan pokok sehari-hari. Produksi jagung Indonesia sebagian besar berasal dari pulau Jawa (± 66%) dan sisanya barasal dari di propinsi luar Jawa terutama Lampung, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sumatra Utara, dan Nusa Tenggara Timur.
Jagung memiliki peranan penting dalam industri berbasis agribisnis. Untuk tahun 2009, Deptan melalui Direktorat Jendral Tanaman Pangan mengklaim produksi jagung mencapai 18 juta ton. Jagung dimanfaatkan untuk konsumsi, bahan baku industri pangan, industri pakan dan bahan bakar. Kebutuhan jagung dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan seiring berkembangnya industri pakan dan pangan.
Kendala dalam budidaya jagung yang menyebabkan rendahnya produktivitas jagung antara lain adalah serangan hama dan penyakit. Hama yang sering dijumpai menyerang pertanaman jagung adalah Ulat Penggerek Batang, Kutu Daun, Ulat Penggerek Tongkol, dan Thrips. Sedangkan Bulai, Hawar daun, dan Karat adalah penyakit yang sering muncul di pertanaman jagung dan dapat pula menurunkan produksi jagung.
Untuk saat ini metode pengendalian hama dan penyakit pada tanaman jagung, telah direkomendasikan menggunakan komponen pengendalian yang meliputi : Penggunaan Varietas Resisten Terhadap Hama / Penyakit, Kultur Teknis, Musuh Alami dan Penggunaan Pestisida.
I. 2. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini yaitu :
a. Untuk mengetahui jenis – jenis hama pada tanaman jagung
b. Untuk mengetahui metode pengendalian hama pada tanaman jagung
I. 3. Manfaat
Dengan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Makalah ini diharapkan menjadi salah satu bahan informasi bagi masyarakat      secara umum.
b. Dapat memberikan informasi ilmiah bagi petani dan instansi terkait tentang          teknik pengendalian hama pada tanaman jagung.
















BAB. II
 PEMBAHASAN
II. 1. Sistematika dan Morfologi Tanaman Jagung
Jagung ( Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia ( misalnya di Madura dan Nusa Tenggara ) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber Karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak ( hijauan maupun tongkolnya ), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung ( dari biji dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri ( dari tepung biji dan tepung tongkolnya ). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.
Berdasarkan bukti genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah ( Meksiko bagian selatan ). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini sekitar 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan ( Ekuador ) sekitar 7000 tahun yang lalu dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4000 tahun yang lalu. Kajian filogenetik menunjukkan bahwa jagung (Zea mays ssp. mays) merupakan keturunan langsung dari teosinte (Zea mays ssp. parviglumis). Dalam proses domestikasinya, yang berlangsung paling tidak 7000 tahun lalu oleh penduduk asli setempat, masuk gen-gen dari subspesies lain, terutama Zea mays ssp. mexicana. Istilah teosinte sebenarnya digunakan untuk menggambarkan semua spesies dalam genus Zea, kecuali Zea mays ssp. mays. Proses domestikasi menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies tumbuhan yang tidak dapat hidup secara liar di alam. Hingga kini dikenal 50.000 varietas jagung, baik ras lokal maupun kultivar.
Jagung merupakan tanaman berumah satu (monoecious), yaitu letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina dalam satu tanaman. Dalam taksonominya jagung termasuk dalam ordo Tripsaceae, famili Poaceae, sub famili Panicoideae, genusZea, dan spesies Zea mays L, (Muhadjir, 1988).
II. 2. Jenis – Jenis Hama Pada Tanaman Jagung
Secara umum, jenis - jenis hama yang sering dijumpai pada pertanaman jagung antara lain :
A.   Bulai
-       Gejala.
Gejala penyakit ini terjadi pada permukaan daun jagung berwarna putih sampai kekuningan diikuti dengan garis-garis klorotik dan ciri lainnya adalah pada pagi hari di sisi bawah daun jagung terdapat lapisan beledu putih yang terdiri dari konidiofor dan konidium jamur. Penyakit bulai pada tanaman jagung menyebabkan gejala sistemik yang meluas keseluruh bagian tanaman dan menimbulkan gejala lokal (setempat). Gejala sistemik terjadi bila infeksi cendawan mencapai titik tumbuh sehingga semua daun yang dibentuk terinfeksi. Tanaman yang terinfeksi penyakit bulai pada umur masih muda biasanya tidak membentuk buah, tetapi bila infeksinya pada tanaman yang lebih tua masih terbentuk buah dan umumnya pertumbuhannya kerdil.
-       Penyebab.
Penyakit bulai di Indonesia disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora maydis dan Peronosclerospora philippinensis yang luas sebarannya, sedangkan Peronosclerospora sorghii hanya ditemukan di dataran tinggi Berastagi Sumatera Utara dan Batu Malang Jawa Timur.
-     Cara pengendalian.
Menanam varietas tahan, seperti Sukmaraga, Lagaligo, Srikandi, Lamuru dan Gumarang, melakukan periode waktu bebas tanaman jagung minimal dua minggu sampai satu bulan, melakukan penanaman jagung secara serempak, melakukan eradikasi tanaman yang terinfeksi bulai, serta penggunaan fungisida metalaksil pada benih jagung ( perlakuan benih ) dengan dosis 0,7 g bahan aktif per kg benih.
B.   Hawar daun
-       Gejala.
Pada awal infeksi gejala berupa bercak kecil, berbentuk oval kemudian bercak semakin memanjang berbentuk ellips dan berkembang menjadi nekrotik dan disebut hawar, warnanya hijau keabu - abuan atau cokelat. Panjang hawar 2,5 - 15 cm, bercak muncul awal pada daun yang terbawah kemudian berkembang menuju daun atas. Infeksi berat dapat mengakibatkan tanaman cepat mati atau mengering dan cendawan ini tidak menginfeksi tongkol atau klobot. Cendawan ini dapat bertahan hidup dalam bentuk miselium dorman pada daun atau pada sisa sisa tanaman di lapang. Penyebab penyakit hawar daun adalah : Helminthosporium turcicum.
-     Cara pengendalian.
Menanam varietas tahan, seperti Bisma, Pioner2, pioner 14, Semar 2 dan 5. Eradikasi tanaman yang terinfeksi bercak daun. Penggunaan fungisida dengan bahan aktif mankozeb dan dithiocarbamate.


C.   Karat
-       Gejala.
Bercak-bercak kecil (uredinia) berbentuk bulat sampai oval terdapat pada permukaan daun jagung di bagian atas dan bawah. Uredinia menghasilkan uredospora yang berbentuk bulat atau oval dan berperan penting sebagai sumber inokulum dalam menginfeksi tanaman jagung yang lain dan sebarannya melalui angin. Penyakit karat dapat terjadi di dataran rendah sampai tinggi dan infeksinya berkembang baik pada musim penghujan atau musim kemarau. Penyebab penyakit karat adalah Puccinia polysora.
-     Cara pengendalian.
Menanam varietas tahan Lamuru, Sukmaraga, Palakka, Bima 1 dan Semar 10. Eradikasi tanaman yang terinfeksi karat daun dan gulma. Penggunaan fungisida dengan bahan aktif benomil.
D.   Penggerek batang
Penggerek batang, Ostrinia furnacalis Guenee, merupakan salah satu hama utama pada tanaman jagung sehingga keberadaannya perlu diwaspadai. Kehilangan hasil akibat hama tersebut mencapai 20−80%. Besarnya kehilangan hasil dipengaruhi oleh padat populasi larva O. furnacalis serta umur tanaman saat terserang. Telur O. Furnacalis diletakkan secara berkelompok pada bagian bawah daun, bentuknya menyerupai sisik ikan dengan ukuran yang berbeda-beda. Periode telur berlangsung 3−4 hari. Larva terdiri atas lima instar, setiap instar lamanya 3−7 hari. Stadium pupa berlangsung 7−9 hari. Lama hidup ngengat adalah 2−7 hari sehingga siklus hidup dari telur hingga ngengat adalah 27−46 hari dengan rata-rata 37,50 hari.
Musuh alami O. furnacalis yang ditemukan di Sulawesi Selatan, seperti di Maros, Barru, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, dan Sinjai adalah parasitoid telur Trichogramma evanescens dan parasitoid larva dari ordo / famili Hymenoptera / Ichneumonidae ( 1 spesies ), Hymenoptera / Braconidae (1 spesies ), dan Diptera / Tachinidae ( 1 spesies ). Persentase telur O. furnacalis yang terparasit dalam satu kelompok berkisar antara 71,56 − 89,80%. Larva O. furnacalis yang terparasit Ichneumonidae, Braconidae, dan Tachinidae berkisar antara 1 − 6%. Parasitoid telur lebih efektif menekan populasi O. Furnacalis dibanding parasitoid larva. Jenis - jenis predator telur dan larva O. furnacalis adalah Cocopet ( Proreussp., Euborellia sp. ) dan laba-laba ( Lycosa sp., Chrysopa sp., dan Orius tristicolor ), sedangkan patogen yang efektif menekan populasi O. furnacalis adalahMetarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana. Keefektifan kedua jenis cendawan tersebut bergantung pada konsentrasi konidia dan stadium perkembangan larvaO. furnacalis; makin muda stadium larva makin tinggi tingkat mortalitasnya (Wakman 2005)
E.   Kutu daun ( Rhopalisiphum maidis )
Tanaman yang menjadi inang utama bagi kutu daun ini sebenarnya adalah jagung. Akan tetapi kutu ini memiliki inang alternatif mulai dari tanaman padi sampai pada tanaman hutan seperti Acacia sp. Kutu ini menginfeksi semua bagian tanaman, akan tetapi infeksi terbanyak terjadi pada daun. Kutu ini selain merusak daun tanaman inangnya juga membawa sebagai vector dari berbagai macam virus penyakit ( Mau dan Kessing, 1992). Populasi kutu ini dapat mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini disebabkan oleh sifat perkembangbiakkannya yang parthenogenesis. Perkembangbiakan secara parthenogenesis memungkinkan suatu spesies untuk melestarikan jenisnya tanpa harus melakukan perkawinan ( Kalshoven, 1981 ). Daur hidup kutu ini dimulai dari telur, kemudian nimpa, dan kutu dewasa. Pada fase nimpa, kutu ini mengalami 4 tahapan. Tahapan pertama nimpa akan tampak berwarna hijau cerah dan sudah terdapat antena. Tahap nimpa kedua tampak berwarna hijau pale dan sudah tampak kepala, abdomen, mata berwarna merah, dan antenna yang terlihat lebih gelap dari pada warna tubuh. Pada tahap ketiga, antena akan terbagi menjadi 2 segmen, warna tubuh masih hijau pale dengan sedikit lebih gelap pada sisi lateral tubuhnya, kaki tampak lebih gelap daripada warna tubuh ( Kalshoven, 1981 ). Kutu dewasa ada beberapa yang memiliki sayap (alate) dan yang tidak memiliki saya (apterous). Sayap pada kutu ini memiliki panjang antara 0,04 to 0,088 inchi. Tubuh kutu dewasa berwarna kuning kehijauan sampai berwarna hijau gelap (Kalshoven, 1981).
Populasi kutu ini dapat dikontrol dengan kehadiran Aphelinus maidis. A. maidis akan memparasit kutu ini pada fase nympha. Selain itu, terdapat juga organisme predator seperti Allograpta sp. dan beberapa jenis kumbang (Kalshoven, 1981).
F.    Hama Putih Palsu ( Cnaphalocrosis medinalis )
Hama putih palsu jarang menjadi hama utama padi. Serangannya menjadi berarti bila kerusakan pada daun pada fase anakan maksimum dan fase pematangan mencapai > 50%. Tanda-tanda Serangan berupa kerusakan akibat serangan larva hama putih palsu terlihat dengan adanya warna putih pada daun di pertanaman. Larva makan jaringan hijau daun dari dalam lipatan daun meninggalkan permukaan bawah daun yang berwarna putih. Siklus hidup hama ini berkisar 30 - 60 hari. Tanda pertama adanya infestasi hama putih palsu adalah kehadiran ngengat berwarna kuning coklat yang memiliki tiga buah pita hitam dengan garis lengkap atau terputus pada bagian sayap depan. Pada saat beristirahat, ngengat berbentuk segi tiga. Untuk mengendalikan hama putih palsu perlu dilakukan upayakan pemeliharaan tanaman sebaik mungkin agar pertanaman tumbuh secara baik, sehat, dan seragam. Penggunakan insektisida ( bila diperlukan ) berbahan aktiffipronil atau karbofuran.
II. 3. Metode Pengendalian Hama Pada Tanaman Jagung
Secara umum untuk pengendalian hama dan penyakit pada tanaman jagung dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
A.       Penggunaan varietas resisten terhadap hama / penyakit
Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai varietas tanaman jagung yang tahan terhadap berbagai hama / penyakit tertentu. Misalnya, untuk hama hawar daun telah dikembangkan varietas Bisma, Pioner2, pioner 14, Semar 2 dan 5 yang diklaim resisten terhadap hama tersebut. Selain itu, saat ini telah dikembangkan pula jenis jagung transgenik yang disinyalir mampu tahan terhadap berbagai hama / penyakit.
B.       Kultur teknis
- Pembakaran tanaman
- Pengolahan tanah yang intensif.
C.       Pengendalian fisik / mekanis
- Mengumpulkan larva atau pupa dan bagian tanaman yang terserang             kemudian memusnahkannya.
- Penggunaan perangkap feromonoid seks untuk ngengat sebanyak 40           buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 dipasang di tengah tanaman        sejak tanaman berumur 2 minggu.
D.       Pengendalian Hayati
Pemanfaatan musuh alami seperti : patogen SI-NPV (Spodoptera litura- Nuclear Polyhedrosis Virus), Cendawan Cordisep, Aspergillus flavus, Beauveria bassina, Nomuarea rileyi, dan Metarhizium anisopliae, bakteri Bacillus thuringensis, nematoda Steinernema sp,. Predator Sycanus sp,. Andrallus spinideus, Selonepnis geminada, parasitoid Apanteles sp., Telenomus spodopterae, Microplistis similis, dan Peribeae sp.
E.       Pengendalian Kimiawi
Beberapa insektisida yang dianggap cukup efektif adalah monokrotofos, diazinon, khlorpirifos, triazofos, dikhlorovos, sianofenfos, karbaril, matador zeon, actara, dan amistartop.


















BAB III
PENUTUP
III. 1. Kesimpulan
Kegiatan pengendalian hama dan penyakit pada tanaman jagung dilakukan agar tanaman jagung tidak mengalami gangguan kesehatan, yang akhirnya mengganggu hasil produksinya sehingga dapat merugikan para petani.
Selama ini pengendalian terhadap hama dan penyakit secara garis besar dilakukan dengan 2 cara, yaitu : secara tradisional dan secara modern. Cara tradisional atau manual, seperti : ulat langsung diambil lalu dipencet hingga mati, hama tikus dengan cara gropyokan beramai – ramai, mengusir burung dengan membuat orang – orangan, dll. Sedangkan cara modern bisanya dengan menggunakan berbagai macam pestisida.
Saat ini pengendalian hama yang dilakukan petani tidak lagi menggunakan cara tradisional tetapi dengan menggunakan cara moderen yakni menggunakan berbagai macam pestsida. Penggunaan pestisida yang dilakukan petani sangat tidak ramah lingkungan, hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang teknik pengendalian hama yang efektif dan pemanfaatan pestisida yang tepat. Untuk itu diharapkan kepada pemerintah dan swasta yang terlibat didalamya agar memberikan penyuluhan tentang teknik Pengendalian Hama secara Terpadu ( PHT ) demi meningkatkan pendapatan petani disektor budidaya tanaman jagung dan mensukseskan program pemerintah swasembada jagung.
III. 2. Saran
Penyusun berharap kepada pembaca untuk menyimak, mempelajari dan menggunakan makalah ” Teknik Pengendalian Hama Pada Tanaman Jagung“ sebagai motivasi dan menjadi bahan referensi kepada pembaca dalam melakukan kegiatan usaha disektor pertanian.  Akhirnya  penyusun sadari sepenuhnya bahwa makalah yang kami susun jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.






















DAFTAR PUSTAKA
-       Holling, C. S., 1961. Principles of Insect Predation. Ann. Rev. Entomol. 6 : 163 - 182.
-       Kalshoven LGE. 1981. The pest of crop in Indonesia. Revised and translated by Van der Lann PA. Jakarta: PT Ichtiar Baru-Van Hoeve.731p.
-       Muhadjir, F. 1998. Karakteristik Tanaman Jagung dalam Subandi, M. Syam, A. Wijiono. Jagung. Hal : 33-38. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
-       Wakman, Burhanudin. 2005. Pengelolaan Hama dan Penyakit Jagung. [ jurnal on-line ]. http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/p3231042.pdf. Tanggal akses 28 Oktober 2014
-       Willson, H.R. 1990. Soybean Pest Management. The OHIO  STATE University Extension. 5 p.
Searching google :
-       http://semuatentangpertanian.blogspot.com/2013/05/makalah-budidaya-jagung.html. Tanggal akses 29 Oktober 2014, pukul 09.00 WITA
-       http://om-tani.blogspot.com/2013/10/hama-dan-penyakit-tanaman-jagung-dan.html#ixzz3HxfxWf5s. Tanggal akses 29 Oktober 2014, pukul 09.15 WITA