DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………................. ii
DAFTAR ISI ………..................………………………………………………. iii
BAB. I.
PENDAHULUAN ………….................………………………………… 1
I. 1. Latar
Belakang ..........................………………………………….. 1
I. 2. Tujuan ...............…...................……………………………………… 2
I. 3. Manfaat ..................................................................................... 2
BAB. II. PEMBAHASAN …........................…………………………………….. 3
II. 1. Sistematika
dan Morfologi Tanaman Jagung ..................................... 3
II. 2. Jenis
– jenis Hama Pada Tanaman Jagung ..................................... 4
II. 3. Metode
Pengendalian Hama Pada Tanaman Jagung ...........………. 9
BAB. III. PENUTUP ......................……………………………………………… 11
III.
1. Kesimpulan ................……………………………………………. 11
III.
2. Saran ...................……………………………………………….. 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13
BAB. I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Tanaman jagung sudah lama dibudidayakan
petani Indonesia dan merupakan tanaman pokok kedua setelah padi. Penduduk
kawasan timur Indonesia seperti Nusa Tenggara Timur, Madura, sebagian Maluku,
dan Irian Jaya sudah biasa menggunakan jagung sebagai makanan pokok
sehari-hari. Produksi jagung Indonesia sebagian besar berasal dari pulau Jawa
(± 66%) dan sisanya barasal dari di propinsi luar Jawa terutama Lampung,
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sumatra Utara, dan Nusa Tenggara Timur.
Jagung memiliki peranan penting dalam
industri berbasis agribisnis. Untuk tahun 2009, Deptan melalui Direktorat
Jendral Tanaman Pangan mengklaim produksi jagung mencapai 18 juta ton. Jagung
dimanfaatkan untuk konsumsi, bahan baku industri pangan, industri pakan dan
bahan bakar. Kebutuhan jagung dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan
seiring berkembangnya industri pakan dan pangan.
Kendala dalam budidaya jagung yang
menyebabkan rendahnya produktivitas jagung antara lain adalah serangan hama dan
penyakit. Hama yang sering dijumpai menyerang pertanaman jagung adalah Ulat
Penggerek Batang, Kutu Daun, Ulat Penggerek Tongkol, dan Thrips. Sedangkan Bulai,
Hawar daun, dan Karat adalah penyakit yang sering muncul di pertanaman jagung
dan dapat pula menurunkan produksi jagung.
Untuk saat ini metode pengendalian hama
dan penyakit pada tanaman jagung, telah direkomendasikan menggunakan komponen
pengendalian yang meliputi : Penggunaan Varietas Resisten Terhadap Hama /
Penyakit, Kultur Teknis, Musuh Alami dan Penggunaan Pestisida.
I. 2. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini yaitu :
a. Untuk mengetahui jenis – jenis hama pada
tanaman jagung
b. Untuk mengetahui metode pengendalian hama pada
tanaman jagung
I. 3. Manfaat
Dengan makalah ini diharapkan
dapat memberikan manfaat sebagai berikut
:
a. Makalah ini diharapkan
menjadi salah satu bahan informasi bagi masyarakat secara umum.
b. Dapat memberikan informasi ilmiah
bagi petani dan instansi terkait tentang teknik pengendalian hama pada tanaman
jagung.
BAB. II
PEMBAHASAN
II. 1. Sistematika dan Morfologi
Tanaman Jagung
Jagung ( Zea mays L.) merupakan
salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi.
Sebagai sumber karbohidrat utama
di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di
Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia ( misalnya di Madura dan Nusa Tenggara ) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok.
Selain sebagai sumber Karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak ( hijauan maupun
tongkolnya ), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung ( dari biji dikenal
dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri ( dari
tepung biji dan tepung tongkolnya ). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan
baku pembuatan furfural. Jagung
yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan
farmasi.
Berdasarkan bukti genetik, antropologi,
dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah ( Meksiko
bagian selatan ). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini sekitar 10.000
tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan ( Ekuador )
sekitar 7000 tahun yang lalu dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru
pada 4000 tahun yang lalu. Kajian filogenetik
menunjukkan bahwa jagung (Zea mays ssp. mays) merupakan
keturunan langsung dari teosinte
(Zea mays ssp. parviglumis). Dalam proses domestikasinya, yang berlangsung paling tidak 7000 tahun lalu oleh
penduduk asli setempat, masuk gen-gen dari subspesies lain, terutama Zea mays
ssp. mexicana. Istilah teosinte sebenarnya digunakan untuk menggambarkan
semua spesies dalam genus Zea, kecuali Zea mays
ssp. mays. Proses domestikasi menjadikan jagung merupakan satu-satunya
spesies tumbuhan yang tidak dapat hidup secara liar di alam. Hingga kini
dikenal 50.000 varietas jagung, baik ras lokal maupun kultivar.
Jagung merupakan tanaman berumah satu
(monoecious), yaitu letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina dalam satu
tanaman. Dalam taksonominya jagung termasuk dalam ordo Tripsaceae, famili
Poaceae, sub famili Panicoideae, genusZea, dan spesies Zea mays L,
(Muhadjir, 1988).
II. 2. Jenis – Jenis Hama Pada
Tanaman Jagung
Secara umum,
jenis - jenis hama yang sering dijumpai pada pertanaman jagung antara lain :
A.
Bulai
-
Gejala.
Gejala
penyakit ini terjadi pada permukaan daun jagung berwarna putih sampai
kekuningan diikuti dengan garis-garis klorotik dan ciri lainnya adalah pada
pagi hari di sisi bawah daun jagung terdapat lapisan beledu putih yang terdiri
dari konidiofor dan konidium jamur. Penyakit bulai pada tanaman jagung
menyebabkan gejala sistemik yang meluas keseluruh bagian tanaman dan
menimbulkan gejala lokal (setempat). Gejala sistemik terjadi bila infeksi
cendawan mencapai titik tumbuh sehingga semua daun yang dibentuk terinfeksi.
Tanaman yang terinfeksi penyakit bulai pada umur masih muda biasanya tidak
membentuk buah, tetapi bila infeksinya pada tanaman yang lebih tua masih
terbentuk buah dan umumnya pertumbuhannya kerdil.
-
Penyebab.
Penyakit
bulai di Indonesia disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora maydis dan
Peronosclerospora philippinensis yang luas sebarannya, sedangkan Peronosclerospora
sorghii hanya ditemukan di dataran tinggi Berastagi Sumatera Utara
dan Batu Malang Jawa Timur.
- Cara
pengendalian.
Menanam varietas tahan, seperti Sukmaraga,
Lagaligo, Srikandi, Lamuru dan Gumarang,
melakukan periode waktu bebas tanaman jagung minimal dua minggu sampai
satu bulan, melakukan penanaman jagung secara serempak, melakukan eradikasi tanaman yang
terinfeksi bulai, serta penggunaan
fungisida metalaksil pada benih jagung ( perlakuan benih ) dengan dosis
0,7 g bahan aktif per kg benih.
B.
Hawar daun
-
Gejala.
Pada
awal infeksi gejala berupa bercak kecil, berbentuk oval kemudian bercak semakin memanjang berbentuk ellips
dan berkembang menjadi nekrotik dan disebut hawar, warnanya hijau keabu - abuan atau cokelat. Panjang hawar
2,5 - 15 cm, bercak muncul awal
pada daun yang terbawah kemudian berkembang menuju daun atas. Infeksi berat dapat mengakibatkan tanaman
cepat mati atau mengering dan cendawan ini tidak menginfeksi tongkol atau klobot. Cendawan ini dapat bertahan
hidup dalam bentuk miselium
dorman pada daun atau pada sisa sisa tanaman di lapang. Penyebab penyakit hawar daun adalah : Helminthosporium
turcicum.
- Cara
pengendalian.
Menanam
varietas tahan, seperti Bisma, Pioner2, pioner 14, Semar 2 dan 5. Eradikasi tanaman yang terinfeksi
bercak daun. Penggunaan
fungisida dengan bahan aktif mankozeb dan dithiocarbamate.
C.
Karat
-
Gejala.
Bercak-bercak
kecil (uredinia) berbentuk bulat sampai oval terdapat pada permukaan
daun jagung di bagian atas dan bawah. Uredinia menghasilkan uredospora yang
berbentuk bulat atau oval dan berperan penting sebagai sumber inokulum dalam
menginfeksi tanaman jagung yang lain dan sebarannya melalui angin. Penyakit
karat dapat terjadi di dataran rendah sampai tinggi dan infeksinya
berkembang baik pada musim penghujan atau musim kemarau. Penyebab
penyakit karat adalah Puccinia polysora.
- Cara
pengendalian.
Menanam
varietas tahan Lamuru, Sukmaraga, Palakka, Bima 1 dan Semar 10. Eradikasi tanaman yang terinfeksi
karat daun dan gulma. Penggunaan
fungisida dengan bahan aktif benomil.
D.
Penggerek batang
Penggerek
batang, Ostrinia furnacalis Guenee, merupakan salah satu hama utama pada
tanaman jagung sehingga keberadaannya perlu diwaspadai. Kehilangan hasil akibat
hama tersebut mencapai 20−80%. Besarnya kehilangan hasil dipengaruhi oleh padat
populasi larva O. furnacalis serta umur tanaman saat terserang. Telur O.
Furnacalis diletakkan secara berkelompok pada bagian bawah daun, bentuknya
menyerupai sisik ikan dengan ukuran yang berbeda-beda. Periode telur
berlangsung 3−4 hari. Larva terdiri atas lima instar, setiap instar lamanya 3−7
hari. Stadium pupa berlangsung 7−9 hari. Lama hidup ngengat adalah 2−7 hari
sehingga siklus hidup dari telur hingga ngengat adalah 27−46 hari dengan
rata-rata 37,50 hari.
Musuh
alami O. furnacalis yang ditemukan di Sulawesi Selatan, seperti di
Maros, Barru, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, dan Sinjai adalah
parasitoid telur Trichogramma evanescens dan parasitoid larva dari ordo /
famili Hymenoptera / Ichneumonidae ( 1 spesies ), Hymenoptera / Braconidae (1
spesies ), dan Diptera / Tachinidae ( 1 spesies ). Persentase telur O.
furnacalis yang terparasit dalam satu kelompok berkisar antara 71,56 − 89,80%.
Larva O. furnacalis yang terparasit Ichneumonidae, Braconidae, dan
Tachinidae berkisar antara 1 − 6%. Parasitoid telur lebih efektif menekan
populasi O. Furnacalis dibanding parasitoid larva. Jenis - jenis
predator telur dan larva O. furnacalis adalah Cocopet ( Proreussp.,
Euborellia sp. ) dan laba-laba ( Lycosa sp., Chrysopa sp.,
dan Orius tristicolor ), sedangkan patogen yang efektif menekan
populasi O. furnacalis adalahMetarhizium anisopliae dan Beauveria
bassiana. Keefektifan kedua jenis cendawan tersebut bergantung pada
konsentrasi konidia dan stadium perkembangan larvaO. furnacalis; makin
muda stadium larva makin tinggi tingkat mortalitasnya (Wakman 2005)
E.
Kutu daun ( Rhopalisiphum
maidis )
Tanaman
yang menjadi inang utama bagi kutu daun ini sebenarnya adalah jagung. Akan
tetapi kutu ini memiliki inang alternatif mulai dari tanaman padi sampai pada
tanaman hutan seperti Acacia sp. Kutu
ini menginfeksi semua bagian tanaman, akan tetapi infeksi terbanyak terjadi
pada daun. Kutu ini selain merusak daun tanaman inangnya juga membawa sebagai
vector dari berbagai macam virus penyakit ( Mau dan Kessing, 1992). Populasi
kutu ini dapat mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini disebabkan oleh sifat
perkembangbiakkannya yang parthenogenesis. Perkembangbiakan secara
parthenogenesis memungkinkan suatu spesies untuk melestarikan jenisnya tanpa
harus melakukan perkawinan ( Kalshoven, 1981 ). Daur hidup kutu ini dimulai
dari telur, kemudian nimpa, dan kutu dewasa. Pada fase nimpa, kutu ini
mengalami 4 tahapan. Tahapan pertama nimpa akan tampak berwarna hijau cerah dan
sudah terdapat antena. Tahap nimpa kedua tampak berwarna hijau pale dan sudah
tampak kepala, abdomen, mata berwarna merah, dan antenna yang terlihat lebih
gelap dari pada warna tubuh. Pada tahap ketiga, antena akan terbagi menjadi 2
segmen, warna tubuh masih hijau pale dengan sedikit lebih gelap pada sisi
lateral tubuhnya, kaki tampak lebih gelap daripada warna tubuh ( Kalshoven,
1981 ). Kutu dewasa ada beberapa yang memiliki sayap (alate) dan yang tidak
memiliki saya (apterous). Sayap pada kutu ini memiliki panjang antara 0,04 to
0,088 inchi. Tubuh kutu dewasa berwarna kuning kehijauan sampai berwarna hijau
gelap (Kalshoven, 1981).
Populasi
kutu ini dapat dikontrol dengan kehadiran Aphelinus maidis. A. maidis akan
memparasit kutu ini pada fase nympha. Selain itu, terdapat juga organisme
predator seperti Allograpta sp. dan beberapa jenis kumbang (Kalshoven, 1981).
F.
Hama Putih
Palsu ( Cnaphalocrosis medinalis )
Hama
putih palsu jarang menjadi hama utama padi. Serangannya menjadi berarti bila
kerusakan pada daun pada fase anakan maksimum dan fase pematangan mencapai >
50%. Tanda-tanda Serangan berupa kerusakan akibat serangan larva hama putih
palsu terlihat dengan adanya warna putih pada daun di pertanaman. Larva makan
jaringan hijau daun dari dalam lipatan daun meninggalkan permukaan bawah daun
yang berwarna putih. Siklus hidup hama ini berkisar 30 - 60 hari. Tanda pertama
adanya infestasi hama putih palsu adalah kehadiran ngengat berwarna kuning
coklat yang memiliki tiga buah pita hitam dengan garis lengkap atau terputus
pada bagian sayap depan. Pada saat beristirahat, ngengat berbentuk segi tiga.
Untuk mengendalikan hama putih palsu perlu dilakukan upayakan pemeliharaan
tanaman sebaik mungkin agar pertanaman tumbuh secara baik, sehat, dan seragam.
Penggunakan insektisida ( bila diperlukan ) berbahan aktiffipronil atau
karbofuran.
II. 3. Metode Pengendalian Hama Pada
Tanaman Jagung
Secara
umum untuk pengendalian hama dan penyakit pada tanaman jagung dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
A. Penggunaan varietas resisten terhadap hama / penyakit
Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai varietas tanaman jagung yang
tahan terhadap berbagai hama / penyakit tertentu. Misalnya, untuk hama hawar
daun telah dikembangkan varietas Bisma, Pioner2, pioner 14,
Semar 2 dan 5 yang diklaim resisten terhadap hama tersebut. Selain itu, saat
ini telah dikembangkan pula jenis jagung transgenik yang disinyalir mampu tahan
terhadap berbagai hama / penyakit.
B. Kultur teknis
- Pembakaran tanaman
- Pengolahan tanah yang intensif.
C.
Pengendalian fisik / mekanis
- Mengumpulkan larva atau pupa dan bagian tanaman yang terserang kemudian memusnahkannya.
- Penggunaan perangkap feromonoid seks untuk ngengat sebanyak 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2
dipasang di tengah tanaman sejak
tanaman berumur 2 minggu.
D.
Pengendalian Hayati
Pemanfaatan musuh alami seperti : patogen SI-NPV (Spodoptera litura- Nuclear Polyhedrosis Virus), Cendawan Cordisep, Aspergillus flavus, Beauveria
bassina, Nomuarea rileyi, dan Metarhizium anisopliae, bakteri Bacillus thuringensis, nematoda Steinernema sp,. Predator Sycanus sp,. Andrallus spinideus, Selonepnis
geminada, parasitoid Apanteles sp.,
Telenomus spodopterae, Microplistis similis, dan Peribeae sp.
E.
Pengendalian Kimiawi
Beberapa insektisida yang dianggap cukup efektif adalah monokrotofos,
diazinon, khlorpirifos, triazofos, dikhlorovos, sianofenfos, karbaril, matador
zeon, actara, dan
amistartop.
BAB
III
PENUTUP
III.
1. Kesimpulan
Kegiatan
pengendalian hama dan penyakit pada tanaman jagung dilakukan agar tanaman
jagung tidak mengalami gangguan kesehatan, yang akhirnya mengganggu hasil
produksinya sehingga dapat merugikan para petani.
Selama ini pengendalian
terhadap hama dan penyakit secara garis besar dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
secara tradisional dan secara modern. Cara tradisional atau manual, seperti :
ulat langsung diambil lalu dipencet hingga mati, hama tikus dengan cara
gropyokan beramai – ramai, mengusir burung dengan membuat orang – orangan, dll.
Sedangkan cara modern bisanya dengan menggunakan berbagai macam pestisida.
Saat ini
pengendalian hama yang dilakukan petani tidak lagi menggunakan cara tradisional
tetapi dengan menggunakan cara moderen yakni menggunakan berbagai macam
pestsida. Penggunaan pestisida yang dilakukan petani sangat tidak ramah
lingkungan, hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang teknik
pengendalian hama yang efektif dan pemanfaatan pestisida yang tepat. Untuk itu
diharapkan kepada pemerintah dan swasta yang terlibat didalamya agar memberikan
penyuluhan tentang teknik Pengendalian Hama secara Terpadu ( PHT ) demi
meningkatkan pendapatan petani disektor budidaya tanaman jagung dan
mensukseskan program pemerintah swasembada jagung.
III.
2. Saran
Penyusun
berharap kepada pembaca untuk menyimak, mempelajari dan menggunakan makalah ” Teknik
Pengendalian Hama Pada Tanaman Jagung“ sebagai motivasi dan menjadi bahan referensi
kepada pembaca dalam melakukan kegiatan usaha disektor pertanian. Akhirnya
penyusun sadari sepenuhnya bahwa makalah yang kami susun jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat
penulis harapkan. Terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
- Holling, C. S., 1961. Principles of
Insect Predation. Ann. Rev. Entomol. 6 : 163 - 182.
- Kalshoven LGE. 1981. The pest of crop
in Indonesia. Revised and translated by Van der Lann PA. Jakarta: PT Ichtiar
Baru-Van Hoeve.731p.
- Muhadjir, F. 1998. Karakteristik
Tanaman Jagung dalam Subandi, M. Syam, A. Wijiono. Jagung. Hal : 33-38. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan. Bogor.
- Wakman, Burhanudin. 2005. Pengelolaan
Hama dan Penyakit Jagung. [ jurnal on-line ]. http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/p3231042.pdf. Tanggal
akses 28 Oktober 2014
- Willson, H.R. 1990. Soybean Pest
Management. The OHIO STATE University Extension. 5 p.
Searching google :
-
http://semuatentangpertanian.blogspot.com/2013/05/makalah-budidaya-jagung.html.
Tanggal akses 29 Oktober 2014, pukul 09.00 WITA
- http://om-tani.blogspot.com/2013/10/hama-dan-penyakit-tanaman-jagung-dan.html#ixzz3HxfxWf5s. Tanggal akses 29 Oktober
2014, pukul 09.15 WITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar