bintang jatuh

Rabu, 16 April 2014

Makalah Teknik Budidaya Tanaman Pala



KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah pada Mata Kuliah Budidaya Tanaman Tahunan sebagai tugas tambahan dan merupakan kewajiban kami sebagai mahasiswa dalam menyelesaikan proses pembelajaran mata kuliah tersebut.
Adapun judul yang kami angkat pada kesempatan kali ini tentang Budidaya Tanaman Pala. Sebagai bahan referensi kami untuk menyelesaikan makalah pada mata kuliah ini.
Ucapan terimakasih juga kami hanturkan kepada semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian makalah ini. Dan kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan pertanian di Indonesia dan menjadi bahan referensi bagi pembacanya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR                      …………………………………………….................      ii
DAFTAR ISI                   ………..................……………………………………………….     iii
BAB. I.  PENDAHULUAN              ………….................…………………………………     1
I. 1.    Latar Belakang                ..........................…………………………………..     1
I. 2.    Rumusan Masalah               ....................…………………………………..     2
I. 3.    Tujuan            ...............…...................………………………………………     2
I. 4.    Manfaat                       .....................................................................................     2
BAB. II. PEMBAHASAN               …........................……………………………………..     3
II. 1.   Sejarah dan Penyebarannya               ........................................................     3
II. 2.   Sistematika dan Morfologi Tanaman          ................................................     3
II. 3.   Syarat Tumbuh                   ...............................................................……….     8
II. 4.   Teknik Budidaya                  ...........................................................................     9
II. 5.   Pengolahan dan Penganekaragaman Hasil         ...................................   23
BAB. III. PENUTUP               ......................………………………………………………   27
           III. 1.  Kesimpulan                ................…………………………………………….   27
           III. 2.  Saran                   ...................………………………………………………..   27
DAFTAR PUSTAKA                 ...........................................................................................   29

BAB. I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Tanaman Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan tanaman asli Indoesia, sudah terkenal sebagai tanaman rempah sejak abad ke 18. Sampai saat ini Indonesia merupakan produsen pala terbesar dunia (70-75%). Negara produsen lainnya adalah Grenada sebesar 20-25%, kemudian selebihnya India, Srilangka dan Malaysia.
Komoditas pala Indonesia sebagaian besar dihasilkan oleh perkebunan rakyat yaitu sekitar 98.84%, dengan pola budidaya ektensif jarang dipelihara. Luas areal pertanaman pala di Indonesia pada tahun 1996 mencapai 60.735 ha menurun menjadi 43.873 ha tahun 2000. Produksi tahun 2000 sekitar 7.587 ton, produktivitas tahun 1999 mencapai 482.8 kg/ha dengan total produksi sekitar 19.163 ton ( BPS, 2000).
Hasil yang diambil dari pala yang diperdagangkan di pasaran dunia adalah biji, fuli, dan minyak atsiri serta daging buah yang digunakan untuk industri makanan di dalam negeri. Biji dan fuli digunakan dalam industri pengawetan ikan, pembuatan sosis, makanan kaleng dan sebagai adonan kue, karena minyak atsiri dan lemak yang dikandungnya memberikan aroma merangsang nafsu makan. Minyak pala dari hasil penyulingan merupakan bahan baku industri obat-obatan, pembuatan sabun, parfum dsb.
Ekspor pala Indonesia tahun 1995 mencapai 2.976 ton dengan nilai 5.197.590 US $, sedangkan fulinya 1.63 ton dengan nilai 10.011.433 US $. (BPS, 1995). Pada tahun 2000, nilai ekspor mencapai 10.000 ton dengan nilai 39.000.000 US $ (BPS, 2000). Harga pala Indonesia di pasar dunia saat ini masih lebih rendah dibanding pala Grenada, hal ini diduga karena mutu yang kurang baik dan tidak dikuasainya sistem perdagangan luar negeri, meskipun pala Indonesia diketahui mempunyai aroma yang lebih baik.
I. 2. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, yang menjadi permasalahan dalam makalah ini yaitu:
a. Sejarah dan Penyebaran Tanaman Pala.
b. Sistematika dan Morfologi Tanaman Pala
c.  Syarat Tumbuh Tanaman Pala
d. Teknik Budidaya Tanaman Pala.
e. Pengolahan dan Penganekaragaman Hasil
I. 3. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini yaitu :
a. Untuk mengetahui sejarah dan penyebaran tanaman pala
b. Untuk mengetahui sistematika dan morfologi tanaman pala
c.  Untuk mengetahui syarat tumbuh tanaman pala
d. Untuk mengetahui teknik budidaya tanaman pala
e. Untuk mengetahui cara pengolahan dan penganekaragaman hasil tanaman pala.
I. 4. Manfaat
Dengan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Makalah ini diharapkan menjadi salah satu bahan informasi bagi masyarakat      secara umum.
b. Dapat memberikan informasi ilmiah bagi petani dan instansi terkait tentang          Budidaya Tanaman Pala.



BAB. II
 PEMBAHASAN
II. 1. Sejarah dan Penyebarannya
Maluku merupakan pusat asal tanaman pala dengan keragaman yang tinggi (Deinum, 1949). Tanaman ini termasuk salah satu tanaman rempah-rempah yang menjadi rebutan bangsa-bangsa yang datang ke Indonesia, antara lain bangsa Portugis tahun 1511. Biji dan fulinya dibawa ke daratan Eropa dan dijual dengan harga yang sangat mahal. Harga yang tinggi ini merupakan perangsang bagi bangsa-bangsa lain untuk datang ke Indonesia. Tahun 1600 V.O.C. menguasai perdagangan tanaman rempah-rempah di Maluku. J.P. Zoen Coen menempatkan orang-orang yang dipercayai untuk mengelola hutan-hutan pala tersebut, sebagai miliknya. Dengan segala macam usaha luas areal tanaman ini dibatasi, tahun 1627 penduduk dilarang menanam tanaman selain daripada yang ditetapkan oleh V.O.C dan yang sudah tua juga harus ditebang.
Tanaman pala kemudian dikembangkan ke daerah Minahasa dan Kepulauan Sangir Talaud, Sumatra Barat dan Bengkulu tahun 1748, kemudian menyusul di Jawa, Aceh, dan Lampung. Pada zaman kekuasaan Inggris, tanaman ini disebarkan pada beberapa daerah jajahannya tetapi tidak berhasil baik. Di Malaya dikalahkan oleh karet, di pulau kecil India Barat (Grenada) dapat berhasil baik, sehingga daerah ini menjadi saingan Indonesia dalam ekspor pala di dunia.
II. 2. Sistematika dan Morfologi Tanaman
Sistematika pala Banda menurut CERE (1961) adalah sebagai berikut :
 -    Kelas           : Angiospermae
-     Sub klas     : Dicotyledonae
-     Ordo            : Ramales
-     Family         : Myristicaceae
-     Genus         : Miristica
-     Species       : fragran HOUTT
Famili Myristicaceae hanya memiliki satu genus dengan lebih 200 species yang tersebar di daerah tropis (Ridley, 1912). Beberapa species pala yang memiliki arti ekonomi penting dan khususnya berfungsi sebagai rempah-rempah, obat atau minyak atsiri.
● Deskripsi tanaman pala Menurut Heyne (1927), Hadad dan Hamid (1990),           Hadad (1991) terdapat 8 jenis pala yang ditemukan di Maluku yaitu :
a. Myristica succedawa BL., jenis ini di Ternate disebut Pala Patani
b. M. speciosa Warb, dikenal dengan nama Pala Bacan atau pala Hutan,
c.  M. schefferi Warb dikenal dengan nama pala Onin atau Gosoriwonin,
d. M. fragrans Houtt dikenal dengan nama Pala Banda ,
e. M. fatua Houtt dikenal dengan nama laki-laki, pala Fuker (Banda) atau pala   Hutan (Ambon),
f.  M. argantea Warb dikenal dengan nama Pala Irian atau Pala Papua, (7) M.    tingens BL. dikenal dengan nama Pala Tertia dan
g. M. sylvetris Houtt dikenal dengan nama Pala Burung atau Pala Mendaya       (Bacan) atau Pala Anan (Ternate).
Hasil eksplorasi dari berbagai daerah dan sentra produksi pala di kepulauan Maluku, Irian Jaya dan Sulawesi Utara, telah terkumpul 430 nomor aksesi (Hadad et al, 1996). Dari nomor-nomor yang berproduksi,12 diantaranya berumur genjah dengan variasi morfologi yang tinggi. Namun demikian kekerabatan diantara nomor-nomor koleksi tersebut secara genetik belum diketahui dengan pasti dan saat ini penelitian DNA molekuler, sex ratio, hubungan kekerabatan dan lain-lain sedang dilakukan.
-     Jenis M. fragrans
Disebut juga sebagai pala asli atau nutmeg tree dan berasal dari Pulau Banda (Deinum, 1949). Pala jenis inilah yang umum dibudidayakan di Indonesia, India, Grenada dan Malaysia sebab kualitas biji dan fulinya adalah yang terbaik (Heyne, 1927). Pala yang dikembangkan di Sulawesi Utara juga sebagian berasal dari P.Banda walaupun demikian kualitasnya tidak sebaik pala Banda yang dihasilkan dari P.Banda (Deinum,1949). Penampilan pala Banda antara lain : Bentuk percabangan teratur, daunnya kecil sampai sedang, buahnya bulat. Biji besar dan fulinya tebal dan keduanya berkualitas baik, tebal dan harum khas pala (Hadad dan Syakir, 1992).
-     Jenis pala M. argantea
Disebut juga dengan pala Papua memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Bentuk pohon bulat, tinggi, besar dan rimbun. Percabangan tidak teratur. Daunnya tebal dan lebar. Ciri khas yang paling menonjol adalah bentuk
buahnya lonjong dan besar. Daging buah yang tebal dan besar cocok untuk bahan manisan, asinan, minuman, dan bahan-bahan makanan serta minuman lainnya. Melihat keragaman pohonnya, pala jenis ini cocok sebagai pohon pelindung dan penghijauan.
-     Jenis pala M. speciosa
Dikenal dengan nama pala Hutan. Bentuk pohonnya bulat dan rimbun, percabangan tidak teratur dan daunnya lebar dan agak tipis. Ciri khasnya adalah buah dan bijinya terkecil sebesar biji kacang tanah dengan fulinya yang paling tipis. Pala jenis ini hanya cocok sebagai pohon pelindung dan penghijauan.
-     Jenis pala M. succedanea
Disebut pala Patani, banyak dibudidayakan di Maluku Utara, bentuk pohon piramidal sampai lonjong, bentuk buahnya agak lonjong sedangkan bijinya bulat sampai lonjong dan fulinya agak tebal. Kualitas biji dan fulinya agak kurang dibandingkan pala Banda.
● Diskripsi tanaman pala menurut Ochse (1931); Hadad dan Hamid (1990);             Hadad (1991) adalah sebagai berikut :
Bentuk pohon pala, berpenampilan indah tinggi 10-20 m, menjulang tinggi ke atas dan ke pinggir, mahkota pohonnya meruncing, berbentuk piramidal (kerucut), lonjong (silindris) dan bulat dengan percabangan relatif teratur. Dedaunan yang rapat dengan letak daun yang berselang seling secara teratur. Daunnya berwarna hijau mengkilap dan gelap, panjang 5-14 cm dengan lebar 3-7 cm, tangkai daun 0.4-1.5 cm panjangnya. Cara pembungaannya unisexual-dioecious, walaupun terdapat juga yang polygamous/hermaphrodite. Buahnya bulat sampai lonjong, berwarna hijau kekuning-kuningan, apabila masak akan berbelah dua, diameter 3-9 cm. Daging buahnya/pericarp tebal dan rasanya asam. Biji berbentuk bulat sampai lonjong, panjangnya 1.5-4.5 cm dengan lebar 1-2.5 cm. Warnanya coklat dan mengkilap pada bagian luarnya. Kernel bijinya berwarna keputih-putihan. Fulinya merah gelap dan ada pula yang putih kekuning-kuningan dan membungkus biji menyerupai jala yang tebal dan ada yang tipis.
  Hasil penelitian Hadad et al (2002) yang dilakukan di KP.Cicurug.
Menyatakan bahwa dari 430 aksesi tanaman pala yang ditanam diketahui ada dua pohon yang mempunyai tingkat produksi yang paling tinggi yaitu   jenis pala banda nomor 11 dan jenis pala patani nomor 33. Pala merupakan tanaman berumah dua (dioecious) dimana bunga jantan dan bunga betina terdapat pada individu/pohon yang berbeda. Sehingga untuk menentukan populasi tanaman dengan perbandingan jenis kelamin jantan dan betina optimum pada pertanaman pala harus menunggu sampai tanaman berbunga (lebih kurang 5 tahun).
  Deynum (1949) mengemukakan bahwa dari 100 biji atau pohon pala  rata-rata terdapat 55 pohon betina, 40 pohon jantan dan 5 pohon yang hermaphrodite.
● Menurut Hadad dan Syakir (1992),bunga keluar dari ujung cabang dan ranting. Bunga betina mempunyai kelopak dan mahkota meskipun perkembangannya tidak sempurna. Warna bunga kuning, dengan diameter
+ 2.5 mm serta panjangnya + 3 mm. Mahkota bunga betina bersatu mulai dari bagian pangkal dan pada bagian atas terbuka menjadi 2 bagian yang simetris. Kelopak kecil dan menutup sebagian kecil dari bagian bawah mahkota. Didalam mahkota terdapat bakal buah dengan garis tengah + 2.5 mm. Pada bagian ujung terdapat pestil yang bersatu dengan bakal
     bunga. Kepala putik terbelah pada bagian ujungnya. Di dalam bakal buah          terdapat bakal kulit biji dan bakal biji.
  Selanjutnya Hadad dan Syakir (1992) menyatakan bahwa bentuk bunga            jantan agak berbeda dengan bunga betina walaupun warna bunganya juga         kuning, dengan diameter 1.5 mm dan panjang + 3 mm. Mahkota dari bunga jantan bersatu dari pangkal pada 5/8 bagian dan kemudian terbagi menjadi 3 bagian. Kelopak berkembang tidak sempurna, bentuknya seperti cincin yang melingkar pada bagian pangkal mahkota. Benang sari berbentuk silindris merupakan tangkai bersatu, panjangnya + 2 mm. Sari melekat pada tangkai tersebut membentuk baris-baris yang jumlahnya 8 buah dan berpasangan. Antara baris dibatasi oleh jalur kecil + 1/10 mm lebarnya.
II. 3. SYARAT TUMBUH
A.  Iklim.
Tanaman pala memerlukan iklim tropis yang panas dengan curah hujan yang tinggi tanpa adanya periode kering yang nyata. Rata-rata curah hujan di daerah asal tanaman pala yaitu Banda, adalah sekitar 2.656 mm/th dengan jumlah hari hujan 167 hari merata sepanjang tahun. Meskipun terdapat bulan-bulan kering, tetapi selama bulan kering tersebut masih terdapat 10 hari hujan dengan sekurang-kurangnya 100 mm (Deinum, 1949 dalam Flach, 1966). Menurut Ridley (1912) penanaman pala di Pulau Banda sampai dengan ketinggian 458 meter diatas permukaan laut (Anon, 1974). Sedangkan Flach (1966) di Pulau Papua tidak menanam tanaman pala melebihi ketinggian di atas 700 m dari permukaan laut, sehingga tanaman pala dapat tumbuh baik pada ketinggian 0-700 m diatas permukaan laut.
Daerah-daerah pengusahaan tanaman pala memiliki fluktuasi suhu yang berbeda-beda yaitu berkisar antara 180C - 340C. Deinum (1949) mengatakan bahwa suhu yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman pala antara 25 0C - 300C. Walaupun demikian para pakar berpendapat, tanaman pala akan berkembang dengan baik di daerah tropis dengan kisaran (fluktuasi) suhu yang tidak besar. Tanaman pala sangat peka terhadap angin kencang, karenanya tanaman ini tidak sesuai diusahakan pada areal yang terbuka tanpa tanaman pelindung atau penahan angin. Menurut keterangan Deinum (1949) angin yang bertiup terlalu kencang, bukan saja menyebabkan penyerbukan bunga terganggu, malahan buah, bunga dan pucuk tanaman akan lusuh berguguran (Anon, 1974).
Oleh karena itu daerah-daerah yang tiupan anginnya keras, diperlukan tanaman pelindung yang ditanam dipinggirannya. Akan tetapi tanaman pelindung yang terlalu rapat dapat menghambat pertumbuhan pala, dan menjadi saingan dalam mendapatkan unsur hara.
B.  Tanah
Tanaman pala memerlukan tanah yang subur dan gembur, terutama tanah-tanah vulkanis, miring atau memiliki pembuangan air yang baik atau drainase yang baik (Heyne, 1987). Menurut Flach (1966) tanaman pala akan tumbuh baik pada tanah yang bertekstur dari pasir sampai lempung (loam). Sedangkan Ridley (1912) mengemukakan bahwa makin rendah tanah Clay semakin baik untuk pertumbuhan tanaman pala. Keadaan tanah dengan reaksi sedang sampai netral (pH 5.5 - 7 ) merupakan rata-rata yang baik untuk pertumbuhan tanaman pala, karena keadaan kimia maupun biologi tanah berada pada titik optimum.
Untuk pengusahaan tanaman pala di daerah baru perlu sekali diperhatikan tentang kesesuaian iklim, jenis tanah, suhu, pH tanah, drainase dan sebagainya agar tanaman dapat tumbuh dan menghasilkan dengan baik.
II. 4. TEKNIK BUDIDAYA
A.  Pengadaan bahan tanaman untuk bibit
Pada dasarnya pengadaan tanaman pala dapat dilakukan dengan beberapa cara
- Perbanyakan dengan biji
- Perbanyakan dengan cangkokan
- Perbanyakan dengan okulasi
- Perbanyakan dengan sambungan / grafting
    Perbanyakan dengan biji
Biji- biji pala yang akan digunakan sebagai benih harus memenuhi beberapa syarat, antara lain :
- Harus berasal dari pohon induk terpilih,
- Biji segar matang, panen berwarna coklat muda dan tertutup penuh            dengan seludang fuli yang berwarna merah,
- Biji yang kering berwarna coklat tua sampai hitam mengkilap dengan         bobot minimal 50 gram/biji, serta tidak terserang hama dan penyakit          (Emmyzar, et al, 1989).
Setelah pemetikan haruslah disemaikan dengan selambat lambatnya + 24 jam penyimpanan. Untuk mendapatkan benih dengan daya kecambah yang tinggi, sebaiknya biji diambil dari pohon induk yang letaknya berdekatan dengan pohon yang berbunga jantan. Pengecambahan, perlu dilakukan sebab biji pala termasuk benih rekalsitran yang cepat menurun daya kecambahnya. Perkecambahan dapat dilakukan dengan beberapa cara sbb :
-   Sesaat setelah panen segera lakukan seleksi benih dengan memilih       benih yang tua ditandai dengan tempurung mengkilat berwarna hitam             kecoklatan, bebas dari hama dan penyakit, tidak keriput dengan fuli tebal dan biji besar
-   Sediakan serbuk gergaji yang sudah lapuk atau jerami campur humus,    dalam kotak atau bedengan pengecambahan dengan lebar 0,50-1  meter dan panjang sesuai kebutuhan. Siram dengan larutan gula 10 %, biarkan selalu lembab. Kemudian letakan benih pala secar berbaris benih yang baru diseleksi dengan jarak berdekatan (0,50 x 1 cm atau 1 x 1 cm).
-   Selanjutnya tutup dengan karung goni atau daun rumbia atau kertas       koran. Kelembaban harus selalu dijaga
-   Untuk mempercepat pengecambahan dapat diberi perlakuan         pemecahan kulit/batok pangkal biji, sehingga retak atau belah atau         mengelupas dengan tidak merusak daging bijinya. Dapat dilakukan        pengikiran/hampelas batok pangkal biji sehingga tipis
-   Setelah biji berkecambah, kemudian dilakukan pesemaian pada   polibeg yang telah disediakan (diisi dengan media campuran kompos/pupuk kandang dan tanah. 1:1). Pesemaian sangat diperlukan di dalam pengadaan bibit untuk perkebunan pala.
Pembibitan ini merupakan langkah awal dari penentuan terlaksananya usaha perkebunan tanaman tersebut. Pesemaian dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengecambahkan biji dengan menggunakan kotak yang telah diisi pasir halus, serbuk
sabut kelapa, serbuk gergaji yang sudah steril. Biji diatur sedemikian rupa dan bersentuhan dan bakal kecambah mengarah pada satu sisi yang sama. Setelah berumur 4-8 minggu, bakal akar sudah keluar dengan diikuti keluarnya kecambah, selanjutnya bisa dipindahkan ke polibag.
Pesemaian dapat pula dilakukan pada bedengan yang sudah disiapkan sebelum buah dipetik. Pesemaian ini sekaligus berfungsi sebagai persemaian pemeliharaan dan diperlukan pengolahan tanah yang sempurna. Jarak tanam pada pesemaian ini perlu diatur yaitu 15 x 15 cm atau 15 x 20 cm agar nanti pada saat pemindahan mudah diputar pada umur + 1 tahun dengan ketinggian + 1 meter. Pesemaian dapat juga dilakukan langsung pada polibag ukuran 20 x 30 cm. Media yang digunakan berupa campuran tanah dan pupuk kandang 2 : 1, polibag
diatur berjejer di bawah naungan dengan lebar 120 cm, sedangkan panjangnya tergantung situasi setempat. Dengan mempergunakan polibag akan mempermudah pemindahan bibit ke lapangan.
    Perbanyakan dengan cangkokan
Pada dasarnya mencangkok tanaman pala sama dengan mencangkok tanaman lainnya. Pencangkokan tanaman adalah usaha perbanyakan tanaman dengan tidak mengurangi sifat-sifat induknya. Pada umumnya pohon-pohon yang akan dicangkok adalah dari pohon-pohon yang terpilih dan cabang yang dicangkok adalah yang sudah berkayu tapi tidak terlalu tua atau terlalu muda
Penelitian dengan cangkokan yang dilakukan di Grenada berhasil dengan memuaskan. Dengan memilih cabang yang cukup besar. pada jarak 15 cm dari batang, kulit dikupas lebih dari separuh sepanjang 2-3 cm. Luka akibat pengelupasan ditutup, kemudian dibalut tanah yang sebelumnya telah dicampur pupuk kandang. Pada umur 6 bulan setelah perlakuan , sudah keluar akar yang cukup banyak (Rismunandar, 1987).
Cara lain dari cangkokan yang dilakukan oleh Nicols dan Cricksbank dalam Rismunandar (1987) ialah dengan memilih cabang tanaman berdiameter rata-rata 1,5 cm. Cabang disayat dari bawah ke atas sepanjang 5 cm, luka akibat pemotongan ditutup dengan MOS yang telah dibasahi, selanjutnya dibungkus. Cangkokan akan mulai berakar pada umur 4-18 bulan.
    Perbanyakan dengan okulasi
Perbanyakan dengan okulasi pada tanaman pala dilakukan sebagaimana pengokulasian tanaman lainnya, yaitu dengan cara okulasi T terbalik atau cara Fokkert yang disempurnakan. Hanya untuk mendapatkan mata tunas dari entres yang dekat dengan daun yang utuh sangat sulit sebab kebanyakan diperoleh mata tidur, tetapi pada percabangan yang sudah tua dan besar selalu mata tunas tersebut dapat
tumbuh segera setelah dilakukan pemotongan cabang bagian ujung. Hal ini yang menyebabkan pelaksanaan okulasi pada tanaman pala selalu gagal, karena mata entres jauh lebih tebal atau lebih besar dari diameter batang bawah.
    Perbanyakan dengan sambungan (grafting)
Ada dua cara yang bisa dilakukan, yaitu penyambungan pada pucuk dan susuan.
-     Sambungan pada pucuk (enten)
Cara ini merupakan cara yang banyak dilakukan pada penyambungan tanaman yang sulit diokulasi. Penyambungan ini dilakukan pada umur bibit 3-4 bulan setelah berkecambah. Ambil entres dari tunas ortotrop yang besarnya sama dengan batang bawah. Cara penyambungan tanaman (batang bawah) dipotong pada bagian pucuk + 3 - 5 cm, pada ketinggian 15 - 20 cm dari permukaan tanah, lalu dibelah + 1 - 1.5 cm. Ambil entres berdaun 4 - 6 dari tunas ortotrop, buang daun bagian bawah 2-4 lembar pada bagian pangkal, entres diruncingkan pada bagian kiri dan kanan sehingga berbentuk V. Selanjutnya masukkan belahan pada batang bawah tadi, lalu
diikat dengan tali plastik es, untuk mendapatkan keberhasilan yang sempurna, bibit sambungan tadi ditaruh di dalam bedengan dan tutup dengan sungkup plastik. Perlu disiram pagi dan sore hari seperlunya dan jangan sampai air berlebihan. Bila bibit cukup banyak, sebaiknya bibit jangan disungkup individu tapi disungkup dalam kurungan plastic
-     Susuan (apprough / grafting)
Bibit yang berumur + 4 bulan dimana pertengahan batang mulai beralih dari warna hijau ke merah kecoklatan adalah yang terbaik untuk disambung secara susuan lalu dicari tunas yang sama besarnya (sebaiknya tunas tegak lurus) pada pohon induk terpilih, lalu disayat pada sisi bagian tengah sepanjang 3 - 5 cm dan tebal 2 - 4 mm, demikian pula pada batang bawah bibit tadi. Bekas sayatan pada bibit dan tunas tadi ditempelkan pada luka yang sama, usahakan kedua kambium bertemu, kemudian diikat dengan tali plastik es dimulai dari bawah ke atas secara rapat dan kuat, agar air tidak masuk, biasanya pada umur 60 - 75 hari penyambungan susuan itu sudah bersatu dan sudah bisa dipotong + 5 cm dibawah sambungan pada tunas pohon induk (entres), bekas luka diolesi dengan ter tanaman untuk menghindari infeksi, sedang batang bagian atas dari sambungan pada bibit (batang bawah) sebaiknya jangan terus dipotong, tetapi disayat + 7 cm diatas sambungan lalu dirundukkan ke bawah,setelah 15 - 20 hari baru dipotong.
Bibit setelah putus dari pohon induk ditaruh di tempat teduh dengan intensitas penyinaran + 25 %, dan secara perlahan-lahan
ditingkatkan dengan cara membuka atap/pelindung sedikit demi sedikit. Hal ini penting, untuk memberi kesempatan pertumbuhan akar, sehingga pada penanaman di kebun akan mengurangi gangguan akar. Bibit yang disemai dalam polibag, penanamannya dapat langsung ke lapangan.
B.  Persiapan lahan
Sebelum bibit ditanam, kebun harus sudah dipersiapkan. Pada garis besarnya, persiapan lahan meliputi kegiatan sebagai berikut :
  Pemangkasan semak belukar dan penebangan pohon-pohon (kebun yang baru dibuka). Sebaiknya pembukaan areal ini dilakukan pada musim kemarau, sehingga semak belukar tersebut tidak cepat tumbuh kembali.
  Pengolahan tanah, dimaksudkan untuk menggemburkan tanah, menyingkirkan akar dan sisa-sisa tanaman serta menciptakan areal yang serasi. Pengolahan tanah pada areal miring harus dilakukan menurut arah melintang lereng (contour). Efek utama pengolahan tanah menurut cara ini adalah terbentuknya alur yang dapat menghambat aliran permukaan dan menghindari terjadinya penghanyutan tanah bagian atas (erosi). Pada
     tanah dengan tingkat kemiringan 20 % perlu dibuat teras dengan ukuran 
+ 2 m (disesuaikan dengan keadaan solum tanah, makin dalam solum makin lebar ukuran teras) atau dapat pula dibuat teras terusan dengan penanaman sistem contour.
  Sebelum dilakukan pembuatan lubang tanam, ditentukan dahulu jarak tanam yang akan digunakan. Pada umumnya jarak tanam untuk tanaman pala ialah 9 x 10 m dengan sistem bujur sangkar atau 10 x 10 m. Dengan jarak tanam tersebut dahan-dahannya tidak akan bersilangan dan dengan keadaan ini kapasitas untuk berproduksi adalah maksimal pada umur dewasa (Flach, 1966). Pembuatan lubang tanam biasanya berukuran 60 x 60 x 60 cm. Pada tanah yang berliat tinggi, sebaiknya ukuran lubang tanam lebih besar 100 x 100 x 100 cm. Tanah lapisan atas dan lapisan bawah dipisah, karena kedua lapisan tersebut mengandung unsur yang berbeda. Setelah pembuatan lubang tanam berumur lebih satu bulan, tanah dikembalikan, lapisan bawah kembali ke lapisan bawah dan lapisan atas setelah dicampur dengan pupuk kandang matang, baru dimasukkan kembali ke dalam lubang bagian atas. Dua atau tiga minggu kemudian penanaman dapat dilakukan.
C.  Penanaman
Bibit yang akan ditanam biasanya yang telah berumur lebih satu tahun dan tidak lebih dari dua tahun. Kalau bibit lebih dari ketentuan tersebut, akibat lama dipembibitan, pertumbuhannya akan terlambat, sebab akar sudah berlipat-lipat. Sebaiknya penanaman dilaksanakan pada awal musim penghujan agar ketersediaan air terjamin.
Cara penanaman adalah dengan membuat lubang tanam kecil ditengah lubang tanam awal, setinggi dan selebar keranjang atau polibag bibit, lalu polibag disayat dari atas ke bawah dengan pisau secara hati-hati agar akar dan tanah dalam polibag tersebut tidak rusak, kemudian dilakukan penanaman sampai leher batang terkubur tanah, lalu tanah dirapihkan kembali. Uintuk menjaga tanaman muda dari sengatan matahari langsung perlu dibuatkan naungan dari tiang bambu atau kayu dengan atap daun kelapa atau alang-alang, sampai tanaman betul-betul tahan dari sinar matahari.
Pola Tanam
Dalam upaya meningkatkan pendapatan petani, salah satu upaya adalah dengan memanfaatkan lahan seoptimal mungkin, dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan memperhatikan syarat tumbuh dari setiap tanaman itu sendiri. Peluang tanaman pala sebagai tanaman pokok atau pun sebagai tanaman sela sangat memungkinkan karena banyak lahan diantaranya belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk menentukan/ mendapatkan jenis tanaman apa yang tepat bergandengan dengan tanaman pala, beberapa hal yang perlu di perhatian adalah sebagai berikut :
-     Kesesuaian lingkungan yang diartikan sebagai kecocokkan lahan untuk tanaman tersebut.
-     Tidak bersifat saling merugikan baik terhadap tanaman sela atau tanaman pokok.
-     Tidak menimbulkan persaingan, terutama dalam pengambilan zat makanan.
-     Tidak memiliki kesamaan sebagai inang timbulnya hama atau penyakit.
-     Memiliki kemampuan saling menguntungkan.
-     Tanaman tersebut memiliki nilai ekonomis.
-     Berwawasan lingkungan, artinya berkemampuan mengawetkan alam.
Sehingga kelestariannya tetap terjamin sesuai konsep ekologi yang diinginkan bersama. Sebagai contoh upaya menekan sekecil mungkin tingkat erosi tanah yang kelak dapat menurunkan tingkat kesuburan tanah. Peluang tanaman pala sebagai tanaman sela jumlahnya tergantung umur tanaman pokok, pada tanaman kelapa berumur 10 tahun, tanaman pala dapat tumbuh dan berproduksi cukup baik sebagai tanaman sela diantara tanaman kelapa. Sedangkan sebagai tanaman pokok, tanaman pala dapat dipola tanamkan dengan berbagai jenis tanaman palawija, tanaman temu-temuan serta berbagai tanaman obat. Jarak tanam pala yang biasa dipergunakan adalah 10 x 10 m, dengan jarak tanam tersebut banyak lahan yang kosong terutama pada saat tanaman pala berumur dibawah 4-5 tahun, lahan ini dapat dimanfaatkan untuk ditanami berbagai jenis tanaman semusim misalnya tanaman palawija. 
D.  Pemeliharaan
Untuk menjamin keberhasilan berproduksi di masa mendatang, maka sejak awal pertanaman pala perlu pemeliharaan yang baik, di antara kegiatan pemeliharaan pertanaman pala adalah :
  Penanaman pohon pelindung,
Tanaman muda umumnya tidak tahan terhadap panas sinar matahari langsung, sehingga diperlukan naungan serta penanaman pohon pelindung yang sekaligus sebagai penahan angin karena tanaman pala sangat peka terhadap angin yang keras.
Beberapa pohon pelindung dapat digunakan diantaranya Albazia, Lamtoro, Glirisidia dan berbagai jenis tanaman leguminosae lainnya. Setelah tanaman pala berumur 3 - 4 tahun, pohon pelindung dapat dikurangi secara bertahap.
  Penyulaman
Bibit yang mati, dan yang pertumbuhannya terhambat sebaiknya segera dilakukan penyulaman agar tidak menjadi parasit dalam usaha pertanaman pala. Kegiatan penyulaman ini dapat dilakukan sejak umur satu bulan setelah tanam.
  Penyiangan
Biasanya setelah tanaman berumur 2 - 3 bulan, rumput dan tanaman pengganggu lainnya disekitar pertanaman pala sudah banyak yang tumbuh. Hal ini menimbulkan persaingan tanaman pala dengan rerumputan tersebut dalam penggunaan unsur hara, oleh sebab itu perlu dilakukan penyiangan agar persaingan dalam pengambilan unsur hara dapat diperkecil, sehingga tanaman pala tumbuh dan berkembang dengan baik. Untuk selanjutnya penyiangan cukup dilakukan sekitar piringan tanaman yang pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan
perkembangan gulma.
  Pemupukan
Untuk menjamin ketersediaan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman pala terutama unsur makro (N, P dan K ) di dalam tanah, bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, maka diperlukan pemupukan. Dosis pemupukan yang dianjurkan berdasarkan tingkat umur untuk tanaman pala.
  Pengendalian Hama dan Penyakit
Disamping perbaikan teknik bercocok tanam, perlu pula diupayakan penanggulangan serangan hama dan penyakit sehingga kelangsungan pertanaman serta kualitas dan kuantitas produksi dapat terus dipertahankan malah dapat ditingkatkan.
- Hama-hama yang sering dijumpai menyerang biji pala adalah            Oryzaephilus Mercator (Faufel) dan Areacerus fasciculatus.
Kedua hama ini bersifat kosmopolitan dan menyebabkan kerugian besar terutama pada produk-produk dalam simpanan. Hama lain adalah yang menyerang batang yaitu Batocera hercules. Hama ini banyak ditemukan di Sulawesi Utara dengan tingkat serangan yang cukup tinggi. Usaha pengendalian terhadap hama yang menyerang biji yang sudah berada digudang-gudang adalah dengan melakukan fumigasi Methyl Bromida. Sedangkan penyemprotan insektisida kontak dapat pula dilakukan untuk serangan di lapang dengan menggunakan insektisida Malathion. Pengendalian terhadap hama penggerek batang adalah dengan memberikan insektisida pada kapas kemudian dimasukkan pada semua lobang gerekan dan kemudian ditutup dengan sepotong kayu.
-     Penyakit
Penyakit utama yang paling merugikan pada pertanaman pala di Indonesia adalah penyakit busuk kering dan busuk basah yang disebabkan oleh jamur serta penyakit layu yang diduga disebabkan oleh mikroorganisme.
1. Penyakit busuk kering
Penyakit ini disebabkan oleh sejenis jamur yaitu Stigmina myrtaceae. Gejala penyakit umumnya ditemukan pada buah yang telah berusia 5 - 6 bulan ke atas. Pada buah yang terinfeksi akan diketemukan bercak coklat atau hitam kehijauan dengan ukuran yang bervariasi. Serangan penyakit ini merupakan bercak yang mengering, buah menjadi keras, dan pada permukaan kulit terbentuk masa jamur berwarna hitam kehijauan, diikuti dengan pecahnya buah dan buah kemudian gugur (Mandang-Sumaraw, 1985).
2. Penyakit busuk basah
Mandang-Sumaraw (1985) menyebutkan bahwa penyebab penyakit ini adalah jamur Colletotrichum gloesporioides Penzig. Penyakit ini muncul pada saat buahbuah hampir masak atau buah yang pecah kadang ditemukan bersama-sama dengan serangan penyakit busuk kering. Pada buah yang terinfeksi terjadi peribahan warna menjadi coklat, daging buah busuk, lunak dan berair/kebasah-basahan. Bila gejala berkembang nampak buah seperti habis dimasak air panas. Buah terserang pada pangkalnya, sehingga akan mudah gugur ke tanah. Pengendalian kedua penyakit ini pada prinsipnya sama karena penyebab kedua penyakit tersebut adalah jamur dan bagian yang terserang adalah buah.
Pendekatan yang dapat dilakukan adalah menghilangkan sumber inokulum, mengurangi kelembaban dan melindungi buah dengan penyemprotan fungisida. Menghilangkan inokulum dapat dilakukan dengan cara membenamkan buah-buah yang sakit/terserang ke dalam tanah. Mengurangi kelembaban kebun dengan mempergunakan jarak tanam yang lebar misalnya 10 x 10 meter, pembersihan tumbuhan pengganggu disekitar tanaman, mengurangi tanaman pelindung, serta kalau perlu melakukan pemangkasan cabang dan ranting yang saling persentuhan, serta penyemprotan dengan fungisida Delsene MX-200, pada musim hujan.
3. Penyakit Layu
Diduga penyebab penyakit layu ini adalah Mikroorganisme patogenik didukung oleh keadaan lingkungan yang sangat lembab. Gejala nampak pada daun, daun menguning dan layu dari pucuk bagian atas, berlanjut dari satu cabang ke cabang lain kemudian gugur seluruhnya dan tanaman mati meranggas. Jika akarnya dibongkar terlihat warna hitam kecoklatan. Secara keseluruhan gejala ini mirip dengan gejala BPKC pada tanaman cengkeh (Asman, et al., 1992). Penanggulangan yang dapat dianjurkan antara lain, mengurangi kelembaban kebun dengan memotong tanaman liar sehingga sinar matahari cukup masuk diantara tanaman pala. Membuat saluran drainase sekeliling kebun agar air tidak menggenang, memusnahkan tanaman yang terserang serta penyemprotan fungisida Dithane M-45, Benlite, Difolatan 4f.
4. Penyakit lain
Penyakit lain yang menyerang tanaman pala dalam skala kecil dan sporadic serta secara eknomis nilai kerusakan\nya relatif kecil antara lain penyakit antrachnosa pada daun dan benang putih. Penanggulangan terhadap kedua jenis penyakit ini adalah sama yaitu mengurangi kelembaban kebun, memotong dan memusnahkan ranting yang terinfeksi, serta penyemprotan dengan fungisida.
E.  Panen
Tanaman pala mulai berbuah pada umur 7 - 8 tahun dan pada umur 10 tahun dapat berproduksi secara menguntungkan. Tanaman pala hasil grafting dapat berbuah umur 4 - 5 tahun sedang tanaman hasil cangkokan berbuah umur 3 - 4 tahun. Produksi tanaman pala terus meningkat dan pada umur 25 tahun mencapai produksi tertinggi dan dapat terus berproduksi sampai umur 60 - 70 tahun. Dalam satu tahun pala dapat dipanen dua kali.
Umumnya buah pala telah dapat dipanen setelah cukup tua, umur buah
+ 6 bulan sejak dari bunga. Tanda-tanda buah pala yang sudah cukup tua adalah jika sebahagian buah pala dari suatu pohon sudah merekah.
Cara pemanenan buah pala dapat dilakukan dengan menggunakan galah yang pada bagian ujungnya diberi keranjang atau dengan cara memetik langsung dengan cara menaiki batang dan memilih buah-buah yang telah betul-betul tua. Buah yang telah dipetik segera dibelah, dipisahkan daging buah, biji dan fulinya. Biji pala dan fulinya segera dijemur untuk menghindari serangan hama dan penyakit yang dapat mengurangi mutunya.
II. 5. PENGOLAHAN DAN PENGANEKARAGAMAN HASIL
Buah pala terdiri atas daging buah (pericarp) dan biji yang terdiri atas fuli, tempurung dan daging biji. Fuli adalah serat tipis (areolus) berwarna merah atau
kuning muda, berbentuk selaput berlubang-lubang seperti jala yang terdapat antara daging dan biji pala. Menurut Somaatmadja (1984), dari buah pala segar dihasilkan daging buah sebanyak 83.3 %, fuli 3.22 %, tempurung biji 3.94 %, dan daging biji sebanyak 9.54 %.
Pemanfaatan buah pala secara optimal serta dilakukannya usaha-usaha
penganekaragaman bentuk produk pala yang dipasarkan sangat penting sehingga pendapatan petani pala tidak hanya tergantung dari penjualan biji pala saja. Selain peningkatan nilai tambah bagi usaha pemanfaatan buah pala secara optimal akan meningkatkan daya tahan petani pala terhadap perubahan harga biji pala akhirakhir ini. Semua bagian buah pala dapat dijadikan bahan olahan yang mempunyai nilai ekonomis. Biji dan fuli pala kering merupakan dua bentuk komoditas pala di pasar intenasional, keduanya dapat diolah menjadi minyak pala yang memberikan nilai tambah, sedangkan daging buahnya dapat dibuat berbagai macam produk pangan seperti manisan pala, sari buah, selai pala, chutney dan jelli.
a.   Biji dan fuli kering
Untuk dijadikan bahan yang dapat diekspor, biji dan fuli pala perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Proses pengolahan dimulai dengan melepaskan biji dari dagingnya, fuli yang membungkus biji dilepas dengan jalan memipil mulai dari ujung. Pengeringan biji dan fuli dapat dilakukan dengan penjemuran atau menggunakan alat pengering.
Secara tradisional biji pala dijemur dengan memakai alas tikar atau lantaim semen dibawah sinar matahari. Yang harus diperhatikan dalam penjemuran adalah lamanya pengeringan harus tepat. Pengeringan yang terlalu cepat dengan panas yang tinggi mengakibatkan biji menjadi pecah. Biji yang telah cukup kering adalah yang telah terlepas dari bagian cangkangnya dengan kadar air 8 - 10 %. Sedangkan pengeringan fuli dengan bantuan sinar matahari dilakukan secara perlahan-lahan selama beberapa jam, kemudian dikering anginkan. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai fuli menjdi kering. Cara pengeringan semacam ini dapat menghasilkan fuli yang kenyal (tidak rapuh) dan bermutu tinggi.
b.   Minyak pala
Biji pala dan fuli dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak pala. Minyak pala biasanya disuling dari biji pala berumur 3 - 4 bulan dengan rendemen minyaknya 6 - 17 %. Biji pala yang tua, rendemennya lebih rendah 8 - 13 %. Penyulingan biji pala dan fuli dapat dilakukan dengan sistem uap bertekanan rendah (+ 1 atmosfer) atau dilakukan secara dikukus. Untuk tingkat pengrajin, penyulingan secara pengukusan lebih memungkinkan karena investasinya lebih murah. Biji pala yang akan disuling digiling terlebih dahulu, untuk memudahkan keluarnya minyak atsiri dari bahan. Penyulingan biji pala dengan kapasitas besar hendaknya bahan di
dalam ketel disusun secara difraksi (diberi antara) agar uap air dapat berpenetrasi dengan merata, dengan demikian penyulingan akan lebih singkat dan rendemennya lebih tinggi. Penyulingan cara itu membutuhkan waktu 8 jam dengan rendemen minyak 13.33 %, sedang tanpa difraksi membutuhkan waktu 10 jam dengan rendemen minyak 12.98 % (Hernani dan Risfaheri, 1990).
Untuk penyulingan fuli pala tidak perlu fulinya dihancurkan sebelum disuling. Kadar minyak atsiri dari fuli yang masih muda yang berwarna keputih-putihan berkisar 7 - 18 % (Rismunandar, 1987). Penampakan minyak pala dan fuli hamper sama, keduanya berwarna jernih hingga kuning pucat dan mempunyai susunan kimia yang sama.
c.   Oleoresin dan mentega pala
Oleoresin terdiri dari minyak atsiri dan resin serta komponen-komponen pembentuk flavor lainnya (senyawa-senyawa) yang tidak mudah menguap yang menentukan rasa khas pala. Tahap-tahap pembuatan oleoresin adalah persiapan bahan, ekstraksi dengan pelarut organik dan pengambilan kembali pelarut organik.
Menurut Somaatmadja (1984), ekstraksi pala langsung dengan etanol dingin dapat menghasilkan 18 - 26 % oleoresin dan hasil tersebut didinginkan dan disaring. Oleoresin yang dihasilkan menjadi 10 - 12 %, sisanya adalah lemak trimiristin yang disebut mentega pala. Bila digunakan pelarut benzena, oleoresin pala yang dihasilkan sebelum dilakukan penyaringan mencapai 31 - 37 %. Pada pembuatan oleoresin fuli, fuli yang di ekstrak dengan petroleum eter dapat menghasilkan 27 - 32 % oleoresin yang mengandung 8.5 - 22 % minyak atsiri. Ekstraksi dengan etanol panas dapat menghasilkan 22 - 27 % oleoesin dan hasil tersebut didinginkan dan disaring. Oleoresin yang dihasilkan menjadi 1 - 13 % dan sisa yang terpisah berupa mentega fuli. Lemak pala juga dapat diekstrak dengan hotpress karena kadar lemaknya cukup tinggi (29 - 40 %), lemak ini dapat disebut sebagai mentega pala (Somaatmadja, 1984). 
d.   Daging buah pala
Daging buah pala dapat diolah menjadi berbagai macam produk pangan seperti manisan pala, sari buah, selai pala, chutney dan jelli. Manisan pala biasanya menggunakan buah pala yang masih muda, sedangkan untuk bentuk olahan lainya dapat digunakan daging buah pala yang telah masak.
Ada dua macam manisan pala yaitu manisan basah dan manisan kering. Manisan basah dibuat dengan cara merendam daging buah pala dalam larutan garam selama + 1/2 hari untuk menarik kotoran dan getahnya, lalu dicuci bersih. Kemudian direndam dalam gula pasir sehingga keluar cairan. Cairan tersebut dipisahkan kemudian dikentalkan dengan penambahan gula. Selanjutnya buah pala direndam kembali dalam cairan gula tersebut. Untuk membuat manisan kering, daging buah pala yang telah bersih direndam dalam gula pasir kemudian dijemur sampai kering.



BAB III
PENUTUP
III. 1. Kesimpulan
Tanaman Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan tanaman asli Indoesia, sudah terkenal sebagai tanaman rempah sejak abad ke 18. Sampai saat ini Indonesia merupakan produsen pala terbesar dunia (70-75%).
Maluku merupakan pusat asal tanaman pala dengan keragaman yang tinggi (Deinum, 1949). Tanaman ini termasuk salah satu tanaman rempah-rempah yang menjadi rebutan bangsa-bangsa yang datang ke Indonesia, antara lain bangsa Portugis tahun 1511.
Teknik budidaya tanaman pala meliputi : pengadaan bahan tanam untuk bibit, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan dan panen
Pada dasarnya pengadaan tanaman pala dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : perbanyakan dengan biji, perbanyakan dengann cangkokan, perbanyakan dengan okulasi dan perbanyakan dengan sambungan / grafting
Pemanfaatan buah pala secara optimal serta dilakukannya usaha-usaha
penganekaragaman bentuk produk pala untuk dipasarkan.
Semua bagian buah pala dapat dijadikan bahan olahan yang mempunyai nilai ekonomis. Biji dan fuli pala kering merupakan dua bentuk komoditas pala di pasar intenasional, keduanya dapat diolah menjadi minyak pala yang memberikan nilai tambah, sedangkan daging buahnya dapat dibuat berbagai macam produk pangan seperti manisan pala, sari buah, selai pala, chutney dan jelli.
III. 2. Saran
Penyusun berharap kepada pembaca untuk menyimak, mempelajari dan menggunakan makalah ” Budidaya Tanaman Pala “ sebagai motivasi dan menjadi referensi kepada pembaca dalam melakukan kegiatan usaha disektor pertanian.  Akhirnya  penyusun sadari sepenuhnya bahwa makalah yang kami susun jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
-     Anonymous, 1974. Pedoman teknik budidaya pala. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta : 56.
-     Asman. A., M. Tombe, M. E. Ester.S.R. Djiwanti dan D. Sitepu. 1992. Identifikasi dan biologi penyakit pala di Sumatra Barat.
-     Laporan hasil penelitian Balitro. BPS. 1995. Statistik Perkebunan Indonesia.  Jakarta.
-     BPS. 2000. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta.
-     Cere. 1961. Plant Taxonomy. Prentice. Hall Inc. Englewood Cliffs. N. Jersey.
-     Deinum, H., 1949. Nootsmuskaat en foelie, dalam C.J.J. Van Hallen C. Van de Koppel (ed) De Landbouw in de Indishe Archiple, Deel III W. Van Hoevs Gravenhage. 665-685.
-     Emmyzar., Rosman, R, Muhammad, H. 1989. Tanaman Pala. Perkembangan penelitian agronomi tanaman rempah dan obat. Edisi khusus Littro vol. V. No.1. 1989. 5 hal.
-     Hadad, M. E.A. 1991. Keragaan plasma nutfat pala di propinsi Maluku hasil eksplorasi dan pelestarian 1990/1991. Makalah pada seminar plasma nutfah tanaman hortikultura, industri dan pangan. Puslitbangtan. September 1991 Bogor : 12
-     Hadad,M. E. A. dan A. Hamid, 1990. Mengenal berbagai plasma nutfah pala di daerah Maluku Utara.
-     Prosiding Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Bogor. VIII ; 1213 -   1222.
-     Hadad,M. E. A. dan Syakir. M. 1992. Pengadaan bahan tanaman pala. Perkembangan Penelitian Tanaman Pala dan Kayumanis. Edisi khusus penelitian tanaman rempah dan obat Balittro vol. VIII No. 1, 1992, hal 1-7.
-     Hernani dan Risfaheri, 1990. Pengaruh cara penempatan bahan pada penyulingan biji pala terhadap rendemen dan mutu minyaknya.
-     Medkom Puslitbangtri No. 5. Hal 93-98.
-  Heyne, K., 1927. De Nuttings Planten Van Nederlandesh Indish. Ruygrok and Co.  Batavia ; 196.
-     Lubis, Yacob, M. 1992. Budidaya tanaman pala. Perkembangan Penelitian Tanaman Pala dan Kayumanis Edisi khusus penelitian tanaman rempah dan obat Balittro vol. VIII No.1. 1992 hal 8 - 20.
-     Mandang. Sumaraw, S. 1981. Penyakit - penyakit jamur pada buah pala di Kab Minahasa. Makalah Kongres Nasional VI, PFI, Bukit Tinggi, 11-13 Mei, 12p.
-     Mandang, Sumaraw, S. 1985. Biologi penyebab penyakit busuk buah pala khususnya busuk kering. Tesis S3 UGM. Tidak dipublikasikan.
-     Ochse.J. J. 1931. Indieshe groonten (met inbergrijp van aardvrachten en kruiderijen) Dep. Landb.
-     Nijverth en Handel. Buiten Zerg. Ridley, H. N. 1912. Spices. Mac Millan Co., St. Merten, S Street London.
-     Rismunandar, 1987. Budidaya dan tataniaga pala. Penebar Swadaya, Jakarta.
-     Rosman, R., Emmyzar., Made, 1989. Studi kesesuaian lahan dan iklim tanaman pala (Myristica fragrans). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.
-     Somaatmadja, D., 1984. Penelitian dan Pengembangan Pala dan Fuli. Komunikasi No.215. BBIHP, Bogor. 18 hal. 31

Tidak ada komentar:

Posting Komentar