KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga
kami dapat menyusun makalah pada Mata Kuliah Budidaya Tanaman Tahunan sebagai
tugas tambahan dan merupakan kewajiban kami sebagai mahasiswa dalam
menyelesaikan proses pembelajaran mata kuliah tersebut.
Adapun judul yang kami
angkat pada kesempatan kali ini tentang Budidaya Tanaman Pala. Sebagai bahan
referensi kami untuk menyelesaikan makalah pada mata kuliah ini.
Ucapan
terimakasih juga kami hanturkan kepada semua pihak yang telah membantu proses
penyelesaian makalah ini. Dan kami sadar bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat kami
harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan pertanian di
Indonesia dan menjadi bahan referensi bagi pembacanya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………................. ii
DAFTAR ISI ………..................………………………………………………. iii
BAB. I.
PENDAHULUAN ………….................………………………………… 1
I. 1. Latar
Belakang ..........................………………………………….. 1
I. 2. Rumusan
Masalah ....................………………………………….. 2
I. 3. Tujuan ...............…...................……………………………………… 2
I. 4. Manfaat ..................................................................................... 2
BAB. II. PEMBAHASAN …........................…………………………………….. 3
II. 1. Sejarah
dan Penyebarannya ........................................................ 3
II. 2. Sistematika
dan Morfologi Tanaman ................................................ 3
II. 3. Syarat
Tumbuh ...............................................................………. 8
II. 4. Teknik
Budidaya ........................................................................... 9
II. 5. Pengolahan
dan Penganekaragaman Hasil ................................... 23
BAB. III. PENUTUP ......................……………………………………………… 27
III.
1. Kesimpulan ................……………………………………………. 27
III.
2. Saran ...................……………………………………………….. 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29
BAB. I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Tanaman
Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan tanaman asli Indoesia, sudah terkenal
sebagai tanaman rempah sejak abad ke 18. Sampai saat ini Indonesia merupakan
produsen pala terbesar dunia (70-75%). Negara produsen lainnya adalah Grenada sebesar 20-25%,
kemudian selebihnya India, Srilangka dan Malaysia.
Komoditas
pala Indonesia sebagaian besar dihasilkan oleh perkebunan rakyat yaitu sekitar
98.84%, dengan pola budidaya ektensif jarang dipelihara. Luas areal pertanaman
pala di Indonesia pada tahun 1996 mencapai 60.735 ha menurun menjadi 43.873 ha
tahun 2000. Produksi tahun 2000 sekitar 7.587 ton, produktivitas tahun 1999
mencapai 482.8 kg/ha dengan total produksi sekitar 19.163 ton ( BPS, 2000).
Hasil
yang diambil dari pala yang diperdagangkan di pasaran dunia adalah biji, fuli, dan
minyak atsiri serta daging buah yang digunakan untuk industri makanan di dalam negeri.
Biji dan fuli digunakan dalam industri pengawetan ikan, pembuatan sosis, makanan
kaleng dan sebagai adonan kue, karena minyak atsiri dan lemak yang dikandungnya
memberikan aroma merangsang nafsu makan. Minyak pala dari hasil penyulingan
merupakan bahan baku industri obat-obatan, pembuatan sabun, parfum dsb.
Ekspor
pala Indonesia tahun 1995 mencapai 2.976 ton dengan nilai 5.197.590 US $,
sedangkan fulinya 1.63 ton dengan nilai 10.011.433 US $. (BPS, 1995). Pada tahun
2000, nilai ekspor mencapai 10.000 ton dengan nilai 39.000.000 US $ (BPS, 2000).
Harga pala Indonesia di pasar dunia saat ini masih lebih rendah dibanding pala Grenada,
hal ini diduga karena mutu yang kurang baik dan tidak dikuasainya sistem perdagangan
luar negeri, meskipun pala Indonesia diketahui mempunyai aroma yang lebih baik.
I. 2. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas,
yang menjadi
permasalahan dalam makalah ini
yaitu:
a. Sejarah dan Penyebaran Tanaman Pala.
b. Sistematika dan Morfologi Tanaman Pala
c. Syarat Tumbuh Tanaman Pala
d. Teknik Budidaya Tanaman Pala.
e. Pengolahan dan Penganekaragaman Hasil
I. 3. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini yaitu :
a. Untuk mengetahui sejarah dan penyebaran tanaman
pala
b. Untuk mengetahui sistematika dan morfologi
tanaman pala
c. Untuk
mengetahui syarat tumbuh tanaman pala
d. Untuk
mengetahui teknik budidaya tanaman pala
e. Untuk
mengetahui cara pengolahan dan penganekaragaman hasil tanaman pala.
I. 4. Manfaat
Dengan makalah ini diharapkan
dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Makalah ini diharapkan menjadi salah satu
bahan informasi bagi masyarakat secara umum.
b. Dapat memberikan informasi ilmiah
bagi petani dan instansi terkait tentang Budidaya Tanaman Pala.
BAB. II
PEMBAHASAN
II. 1. Sejarah dan Penyebarannya
Maluku
merupakan pusat asal tanaman pala dengan keragaman yang tinggi (Deinum, 1949).
Tanaman ini termasuk salah satu tanaman rempah-rempah yang menjadi rebutan
bangsa-bangsa yang datang ke Indonesia, antara lain bangsa Portugis tahun 1511.
Biji dan fulinya dibawa ke daratan Eropa dan dijual dengan harga yang sangat
mahal. Harga yang tinggi ini merupakan perangsang bagi bangsa-bangsa lain untuk
datang ke Indonesia. Tahun 1600 V.O.C. menguasai perdagangan tanaman rempah-rempah
di Maluku. J.P. Zoen Coen menempatkan orang-orang yang dipercayai untuk
mengelola hutan-hutan pala tersebut, sebagai miliknya. Dengan segala macam
usaha luas areal tanaman ini dibatasi, tahun 1627 penduduk dilarang menanam
tanaman selain daripada yang ditetapkan oleh V.O.C dan yang sudah tua juga
harus ditebang.
Tanaman
pala kemudian dikembangkan ke daerah Minahasa dan Kepulauan Sangir Talaud,
Sumatra Barat dan Bengkulu tahun 1748, kemudian menyusul di Jawa, Aceh, dan
Lampung. Pada zaman kekuasaan Inggris, tanaman ini disebarkan pada beberapa
daerah jajahannya tetapi tidak berhasil baik. Di Malaya dikalahkan oleh karet,
di pulau kecil India Barat (Grenada) dapat berhasil baik, sehingga daerah ini menjadi
saingan Indonesia dalam ekspor pala di dunia.
II. 2. Sistematika dan Morfologi
Tanaman
Sistematika
pala Banda menurut CERE (1961) adalah sebagai berikut :
- Kelas : Angiospermae
-
Sub klas : Dicotyledonae
- Ordo :
Ramales
- Family :
Myristicaceae
- Genus :
Miristica
- Species :
fragran HOUTT
Famili Myristicaceae hanya memiliki satu genus dengan lebih 200 species yang tersebar di daerah
tropis (Ridley, 1912). Beberapa species pala yang memiliki arti ekonomi penting
dan khususnya berfungsi sebagai rempah-rempah, obat atau minyak atsiri.
●
Deskripsi tanaman pala Menurut Heyne (1927), Hadad dan Hamid (1990), Hadad (1991) terdapat 8 jenis pala
yang ditemukan di Maluku yaitu :
a. Myristica succedawa BL., jenis ini di Ternate
disebut Pala Patani
b. M. speciosa Warb, dikenal dengan nama Pala
Bacan atau pala Hutan,
c. M. schefferi Warb dikenal dengan nama pala Onin
atau Gosoriwonin,
d. M. fragrans Houtt dikenal dengan nama Pala
Banda ,
e.
M. fatua Houtt dikenal dengan nama laki-laki, pala Fuker (Banda) atau pala Hutan (Ambon),
f. M. argantea Warb dikenal dengan nama Pala
Irian atau Pala Papua, (7) M. tingens BL.
dikenal dengan nama Pala Tertia dan
g. M. sylvetris Houtt dikenal dengan nama Pala
Burung atau Pala Mendaya (Bacan)
atau Pala Anan (Ternate).
Hasil eksplorasi dari berbagai daerah dan sentra produksi
pala di kepulauan Maluku, Irian Jaya dan Sulawesi Utara, telah terkumpul 430 nomor
aksesi (Hadad et al, 1996). Dari nomor-nomor yang berproduksi,12 diantaranya berumur
genjah dengan variasi morfologi yang tinggi. Namun demikian kekerabatan diantara
nomor-nomor koleksi tersebut secara genetik belum diketahui dengan pasti dan
saat ini penelitian DNA molekuler, sex ratio, hubungan kekerabatan dan
lain-lain sedang dilakukan.
- Jenis M. fragrans
Disebut juga sebagai pala asli atau nutmeg tree dan berasal
dari Pulau Banda (Deinum, 1949). Pala jenis inilah yang umum dibudidayakan di Indonesia,
India, Grenada dan Malaysia sebab kualitas biji dan fulinya adalah yang terbaik
(Heyne, 1927). Pala yang dikembangkan di Sulawesi Utara juga sebagian berasal
dari P.Banda walaupun demikian kualitasnya tidak sebaik pala Banda yang dihasilkan
dari P.Banda (Deinum,1949). Penampilan pala Banda antara lain : Bentuk
percabangan teratur, daunnya kecil sampai sedang, buahnya bulat. Biji besar dan
fulinya tebal dan keduanya berkualitas baik, tebal dan harum khas pala (Hadad
dan Syakir, 1992).
- Jenis pala M. argantea
Disebut juga dengan pala Papua memiliki ciri-ciri sebagai
berikut : Bentuk pohon bulat, tinggi, besar dan rimbun. Percabangan tidak teratur.
Daunnya tebal dan lebar. Ciri khas yang paling menonjol adalah bentuk
buahnya lonjong dan besar. Daging buah yang tebal dan besar cocok untuk bahan manisan, asinan, minuman, dan bahan-bahan makanan serta minuman lainnya. Melihat keragaman pohonnya, pala jenis ini cocok sebagai pohon pelindung dan penghijauan.
buahnya lonjong dan besar. Daging buah yang tebal dan besar cocok untuk bahan manisan, asinan, minuman, dan bahan-bahan makanan serta minuman lainnya. Melihat keragaman pohonnya, pala jenis ini cocok sebagai pohon pelindung dan penghijauan.
- Jenis pala M. speciosa
Dikenal dengan nama pala Hutan. Bentuk pohonnya bulat dan
rimbun, percabangan tidak teratur dan daunnya lebar dan agak tipis. Ciri
khasnya adalah buah dan bijinya terkecil sebesar biji kacang tanah dengan fulinya
yang paling tipis. Pala jenis ini hanya cocok sebagai pohon pelindung dan penghijauan.
- Jenis pala M. succedanea
Disebut pala Patani, banyak dibudidayakan di Maluku Utara,
bentuk pohon piramidal sampai lonjong, bentuk buahnya agak lonjong sedangkan
bijinya bulat sampai lonjong dan fulinya agak tebal. Kualitas biji dan fulinya
agak kurang dibandingkan pala Banda.
●
Diskripsi tanaman pala menurut Ochse (1931); Hadad dan Hamid (1990); Hadad (1991) adalah sebagai berikut
:
Bentuk pohon pala, berpenampilan indah tinggi 10-20 m, menjulang
tinggi ke atas dan ke pinggir, mahkota pohonnya meruncing, berbentuk piramidal
(kerucut), lonjong (silindris) dan bulat dengan percabangan relatif teratur.
Dedaunan yang rapat dengan letak daun yang berselang seling secara teratur.
Daunnya berwarna hijau mengkilap dan gelap, panjang 5-14 cm dengan lebar 3-7
cm, tangkai daun 0.4-1.5 cm panjangnya. Cara pembungaannya unisexual-dioecious,
walaupun terdapat juga yang polygamous/hermaphrodite. Buahnya bulat sampai
lonjong, berwarna hijau kekuning-kuningan, apabila masak akan berbelah dua,
diameter 3-9 cm. Daging buahnya/pericarp tebal dan rasanya asam. Biji berbentuk
bulat sampai lonjong, panjangnya 1.5-4.5 cm dengan lebar 1-2.5 cm. Warnanya
coklat dan mengkilap pada bagian luarnya. Kernel bijinya berwarna keputih-putihan.
Fulinya merah gelap dan ada pula yang putih kekuning-kuningan dan membungkus biji
menyerupai jala yang tebal dan ada yang tipis.
● Hasil penelitian Hadad et al (2002) yang
dilakukan di KP.Cicurug.
Menyatakan
bahwa dari 430 aksesi tanaman pala yang ditanam diketahui ada dua pohon yang
mempunyai tingkat produksi yang paling tinggi yaitu jenis pala banda nomor 11 dan jenis pala patani nomor 33. Pala merupakan tanaman berumah dua (dioecious)
dimana bunga jantan dan bunga betina terdapat pada individu/pohon yang berbeda.
Sehingga untuk menentukan populasi tanaman dengan perbandingan jenis kelamin
jantan dan betina optimum pada pertanaman pala harus menunggu sampai tanaman
berbunga (lebih kurang 5 tahun).
● Deynum (1949) mengemukakan bahwa dari 100 biji
atau pohon pala rata-rata terdapat 55 pohon betina, 40 pohon
jantan dan 5 pohon yang hermaphrodite.
● Menurut Hadad dan Syakir (1992),bunga keluar dari ujung cabang dan ranting. Bunga betina mempunyai kelopak dan mahkota meskipun perkembangannya tidak sempurna. Warna bunga kuning, dengan diameter + 2.5 mm serta panjangnya + 3 mm. Mahkota bunga betina bersatu mulai dari bagian pangkal dan pada bagian atas terbuka menjadi 2 bagian yang simetris. Kelopak kecil dan menutup sebagian kecil dari bagian bawah mahkota. Didalam mahkota terdapat bakal buah dengan garis tengah + 2.5 mm. Pada bagian ujung terdapat pestil yang bersatu dengan bakal
bunga. Kepala putik terbelah pada bagian ujungnya. Di dalam bakal buah terdapat bakal kulit biji dan bakal biji.
● Menurut Hadad dan Syakir (1992),bunga keluar dari ujung cabang dan ranting. Bunga betina mempunyai kelopak dan mahkota meskipun perkembangannya tidak sempurna. Warna bunga kuning, dengan diameter + 2.5 mm serta panjangnya + 3 mm. Mahkota bunga betina bersatu mulai dari bagian pangkal dan pada bagian atas terbuka menjadi 2 bagian yang simetris. Kelopak kecil dan menutup sebagian kecil dari bagian bawah mahkota. Didalam mahkota terdapat bakal buah dengan garis tengah + 2.5 mm. Pada bagian ujung terdapat pestil yang bersatu dengan bakal
bunga. Kepala putik terbelah pada bagian ujungnya. Di dalam bakal buah terdapat bakal kulit biji dan bakal biji.
● Selanjutnya Hadad dan Syakir (1992) menyatakan
bahwa bentuk bunga jantan agak
berbeda dengan bunga betina walaupun warna bunganya juga kuning, dengan diameter 1.5 mm dan
panjang + 3 mm. Mahkota
dari bunga jantan bersatu dari pangkal
pada 5/8 bagian dan kemudian terbagi menjadi 3 bagian.
Kelopak berkembang tidak sempurna, bentuknya seperti cincin yang melingkar pada bagian pangkal mahkota.
Benang sari berbentuk silindris merupakan
tangkai bersatu, panjangnya +
2 mm. Sari melekat pada tangkai tersebut
membentuk baris-baris yang jumlahnya 8 buah dan berpasangan. Antara baris dibatasi oleh jalur kecil + 1/10 mm lebarnya.
II. 3. SYARAT TUMBUH
A. Iklim.
Tanaman
pala memerlukan iklim tropis yang panas dengan curah hujan yang tinggi tanpa
adanya periode kering yang nyata. Rata-rata curah hujan di daerah asal tanaman
pala yaitu Banda, adalah sekitar 2.656 mm/th dengan jumlah hari hujan 167 hari
merata sepanjang tahun. Meskipun terdapat bulan-bulan kering, tetapi selama
bulan kering tersebut masih terdapat 10 hari hujan dengan sekurang-kurangnya
100 mm (Deinum, 1949 dalam Flach, 1966). Menurut Ridley (1912) penanaman pala
di Pulau Banda sampai dengan ketinggian 458 meter diatas permukaan laut (Anon,
1974). Sedangkan Flach (1966) di Pulau Papua tidak menanam tanaman pala
melebihi ketinggian di atas 700 m dari permukaan laut, sehingga tanaman pala
dapat tumbuh baik pada ketinggian 0-700 m diatas permukaan laut.
Daerah-daerah
pengusahaan tanaman pala memiliki fluktuasi suhu yang berbeda-beda yaitu
berkisar antara 180C
- 340C. Deinum
(1949) mengatakan bahwa suhu yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman pala antara
25 0C - 300C. Walaupun demikian para pakar
berpendapat, tanaman pala akan berkembang dengan baik di daerah tropis dengan
kisaran (fluktuasi) suhu yang tidak besar. Tanaman pala sangat peka terhadap
angin kencang, karenanya tanaman ini tidak sesuai diusahakan pada areal yang
terbuka tanpa tanaman pelindung atau penahan angin. Menurut keterangan Deinum
(1949) angin yang bertiup terlalu kencang, bukan saja menyebabkan penyerbukan
bunga terganggu, malahan buah, bunga dan pucuk tanaman akan lusuh berguguran
(Anon, 1974).
Oleh
karena itu daerah-daerah yang tiupan anginnya keras, diperlukan tanaman pelindung
yang ditanam dipinggirannya. Akan tetapi tanaman pelindung yang terlalu rapat
dapat menghambat pertumbuhan pala, dan menjadi saingan dalam mendapatkan unsur
hara.
B. Tanah
Tanaman
pala memerlukan tanah yang subur dan gembur, terutama tanah-tanah vulkanis,
miring atau memiliki pembuangan air yang baik atau drainase yang baik (Heyne,
1987). Menurut Flach (1966) tanaman pala akan tumbuh baik pada tanah yang
bertekstur dari pasir sampai lempung (loam). Sedangkan Ridley (1912) mengemukakan
bahwa makin rendah tanah Clay semakin baik untuk pertumbuhan tanaman pala.
Keadaan tanah dengan reaksi sedang sampai netral (pH 5.5 - 7 ) merupakan rata-rata yang baik untuk
pertumbuhan tanaman pala, karena keadaan kimia maupun biologi tanah berada pada
titik optimum.
Untuk
pengusahaan tanaman pala di daerah baru perlu sekali diperhatikan tentang
kesesuaian iklim, jenis tanah, suhu, pH tanah, drainase dan sebagainya agar tanaman
dapat tumbuh dan menghasilkan dengan baik.
II. 4. TEKNIK BUDIDAYA
A. Pengadaan bahan tanaman untuk bibit
Pada
dasarnya pengadaan tanaman pala dapat dilakukan dengan beberapa cara
-
Perbanyakan dengan biji
-
Perbanyakan dengan cangkokan
-
Perbanyakan dengan okulasi
-
Perbanyakan dengan sambungan / grafting
● Perbanyakan dengan biji
Biji-
biji pala yang akan digunakan sebagai benih harus memenuhi beberapa syarat,
antara lain :
- Harus berasal
dari pohon induk terpilih,
-
Biji segar matang, panen berwarna coklat muda dan tertutup penuh dengan seludang fuli yang berwarna
merah,
-
Biji yang kering berwarna coklat tua sampai hitam mengkilap dengan bobot minimal 50 gram/biji, serta tidak
terserang hama dan penyakit (Emmyzar,
et al, 1989).
Setelah
pemetikan haruslah disemaikan dengan selambat lambatnya + 24 jam penyimpanan. Untuk mendapatkan benih dengan daya
kecambah yang tinggi, sebaiknya biji diambil dari pohon induk yang letaknya
berdekatan dengan pohon yang berbunga jantan. Pengecambahan, perlu dilakukan
sebab biji pala termasuk benih rekalsitran yang cepat menurun daya kecambahnya.
Perkecambahan dapat dilakukan dengan beberapa cara sbb :
- Sesaat setelah panen segera lakukan seleksi
benih dengan memilih benih yang tua
ditandai dengan tempurung mengkilat berwarna hitam kecoklatan, bebas dari hama dan penyakit, tidak keriput dengan
fuli tebal dan biji besar
- Sediakan serbuk gergaji yang sudah lapuk atau
jerami campur humus, dalam kotak atau
bedengan pengecambahan dengan lebar 0,50-1 meter dan
panjang sesuai kebutuhan. Siram dengan larutan gula 10 %, biarkan selalu lembab. Kemudian letakan benih pala
secar berbaris benih yang baru
diseleksi dengan jarak berdekatan (0,50 x 1 cm
atau 1 x 1 cm).
- Selanjutnya tutup dengan karung goni atau
daun rumbia atau kertas koran. Kelembaban
harus selalu dijaga
- Untuk mempercepat pengecambahan dapat diberi
perlakuan pemecahan kulit/batok
pangkal biji, sehingga retak atau belah atau mengelupas
dengan tidak merusak daging bijinya. Dapat dilakukan pengikiran/hampelas batok pangkal biji sehingga tipis
- Setelah biji berkecambah, kemudian dilakukan
pesemaian pada polibeg yang telah
disediakan (diisi dengan media campuran kompos/pupuk
kandang dan tanah. 1:1). Pesemaian sangat diperlukan di dalam pengadaan bibit untuk perkebunan pala.
Pembibitan
ini merupakan langkah awal dari penentuan terlaksananya usaha perkebunan
tanaman tersebut. Pesemaian dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengecambahkan
biji dengan menggunakan kotak yang telah diisi pasir halus, serbuk
sabut kelapa, serbuk gergaji yang sudah steril. Biji diatur sedemikian rupa dan bersentuhan dan bakal kecambah mengarah pada satu sisi yang sama. Setelah berumur 4-8 minggu, bakal akar sudah keluar dengan diikuti keluarnya kecambah, selanjutnya bisa dipindahkan ke polibag.
sabut kelapa, serbuk gergaji yang sudah steril. Biji diatur sedemikian rupa dan bersentuhan dan bakal kecambah mengarah pada satu sisi yang sama. Setelah berumur 4-8 minggu, bakal akar sudah keluar dengan diikuti keluarnya kecambah, selanjutnya bisa dipindahkan ke polibag.
Pesemaian
dapat pula dilakukan pada bedengan yang sudah disiapkan sebelum buah dipetik.
Pesemaian ini sekaligus berfungsi sebagai persemaian pemeliharaan dan
diperlukan pengolahan tanah yang sempurna. Jarak tanam pada pesemaian ini perlu
diatur yaitu 15 x 15 cm atau 15 x 20 cm agar nanti pada saat pemindahan mudah diputar
pada umur + 1 tahun dengan ketinggian + 1 meter. Pesemaian dapat juga
dilakukan langsung pada polibag ukuran 20 x 30 cm. Media yang digunakan berupa
campuran tanah dan pupuk kandang 2 : 1, polibag
diatur berjejer di bawah naungan dengan lebar 120 cm, sedangkan panjangnya tergantung situasi setempat. Dengan mempergunakan polibag akan mempermudah pemindahan bibit ke lapangan.
diatur berjejer di bawah naungan dengan lebar 120 cm, sedangkan panjangnya tergantung situasi setempat. Dengan mempergunakan polibag akan mempermudah pemindahan bibit ke lapangan.
● Perbanyakan dengan cangkokan
Pada
dasarnya mencangkok tanaman pala sama dengan mencangkok tanaman lainnya. Pencangkokan
tanaman adalah usaha perbanyakan tanaman dengan tidak mengurangi sifat-sifat
induknya. Pada umumnya pohon-pohon yang akan dicangkok adalah dari pohon-pohon
yang terpilih dan cabang yang dicangkok adalah yang sudah berkayu tapi tidak
terlalu tua atau terlalu muda
Penelitian
dengan cangkokan yang dilakukan di Grenada berhasil dengan memuaskan. Dengan
memilih cabang yang cukup besar. pada jarak 15 cm dari batang, kulit dikupas
lebih dari separuh sepanjang 2-3 cm. Luka akibat pengelupasan ditutup, kemudian
dibalut tanah yang sebelumnya telah dicampur pupuk kandang. Pada umur 6 bulan
setelah perlakuan , sudah keluar akar yang cukup banyak (Rismunandar, 1987).
Cara lain dari cangkokan yang dilakukan oleh Nicols dan Cricksbank dalam Rismunandar (1987) ialah dengan memilih cabang tanaman berdiameter rata-rata 1,5 cm. Cabang disayat dari bawah ke atas sepanjang 5 cm, luka akibat pemotongan ditutup dengan MOS yang telah dibasahi, selanjutnya dibungkus. Cangkokan akan mulai berakar pada umur 4-18 bulan.
Cara lain dari cangkokan yang dilakukan oleh Nicols dan Cricksbank dalam Rismunandar (1987) ialah dengan memilih cabang tanaman berdiameter rata-rata 1,5 cm. Cabang disayat dari bawah ke atas sepanjang 5 cm, luka akibat pemotongan ditutup dengan MOS yang telah dibasahi, selanjutnya dibungkus. Cangkokan akan mulai berakar pada umur 4-18 bulan.
● Perbanyakan dengan okulasi
Perbanyakan
dengan okulasi pada tanaman pala dilakukan sebagaimana pengokulasian tanaman
lainnya, yaitu dengan cara okulasi T terbalik atau cara Fokkert yang
disempurnakan. Hanya untuk mendapatkan mata tunas dari entres yang dekat dengan
daun yang utuh sangat sulit sebab kebanyakan diperoleh mata tidur, tetapi pada
percabangan yang sudah tua dan besar selalu mata tunas tersebut dapat
tumbuh segera setelah dilakukan pemotongan cabang bagian ujung. Hal ini yang menyebabkan pelaksanaan okulasi pada tanaman pala selalu gagal, karena mata entres jauh lebih tebal atau lebih besar dari diameter batang bawah.
tumbuh segera setelah dilakukan pemotongan cabang bagian ujung. Hal ini yang menyebabkan pelaksanaan okulasi pada tanaman pala selalu gagal, karena mata entres jauh lebih tebal atau lebih besar dari diameter batang bawah.
● Perbanyakan dengan sambungan (grafting)
Ada
dua cara yang bisa dilakukan, yaitu penyambungan pada pucuk dan susuan.
- Sambungan pada pucuk (enten)
Cara
ini merupakan cara yang banyak dilakukan pada penyambungan tanaman yang sulit
diokulasi. Penyambungan ini dilakukan pada umur bibit 3-4 bulan setelah
berkecambah. Ambil entres dari tunas ortotrop yang besarnya sama dengan batang bawah.
Cara penyambungan tanaman (batang bawah) dipotong pada bagian pucuk + 3 - 5 cm, pada ketinggian 15 - 20 cm dari permukaan tanah, lalu dibelah + 1 - 1.5 cm. Ambil entres berdaun 4 - 6 dari tunas ortotrop, buang daun
bagian bawah 2-4 lembar pada bagian pangkal, entres diruncingkan pada bagian
kiri dan kanan sehingga berbentuk V. Selanjutnya masukkan belahan pada batang
bawah tadi, lalu
diikat dengan tali plastik es, untuk mendapatkan keberhasilan yang sempurna, bibit sambungan tadi ditaruh di dalam bedengan dan tutup dengan sungkup plastik. Perlu disiram pagi dan sore hari seperlunya dan jangan sampai air berlebihan. Bila bibit cukup banyak, sebaiknya bibit jangan disungkup individu tapi disungkup dalam kurungan plastic
diikat dengan tali plastik es, untuk mendapatkan keberhasilan yang sempurna, bibit sambungan tadi ditaruh di dalam bedengan dan tutup dengan sungkup plastik. Perlu disiram pagi dan sore hari seperlunya dan jangan sampai air berlebihan. Bila bibit cukup banyak, sebaiknya bibit jangan disungkup individu tapi disungkup dalam kurungan plastic
- Susuan (apprough / grafting)
Bibit
yang berumur +
4 bulan dimana pertengahan batang mulai beralih dari warna hijau ke merah
kecoklatan adalah yang terbaik untuk disambung secara susuan lalu dicari tunas
yang sama besarnya (sebaiknya tunas tegak lurus) pada pohon induk terpilih,
lalu disayat pada sisi bagian tengah sepanjang 3 - 5 cm dan tebal 2 - 4 mm, demikian pula pada batang bawah bibit tadi. Bekas sayatan
pada bibit dan tunas tadi ditempelkan pada luka yang sama, usahakan kedua
kambium bertemu, kemudian diikat dengan tali plastik es dimulai dari bawah ke
atas secara rapat dan kuat, agar air tidak masuk, biasanya pada umur 60 - 75 hari penyambungan susuan itu
sudah bersatu dan sudah bisa dipotong + 5 cm dibawah sambungan pada tunas
pohon induk (entres), bekas luka diolesi dengan ter tanaman untuk menghindari
infeksi, sedang batang bagian atas dari sambungan pada bibit (batang bawah)
sebaiknya jangan terus dipotong, tetapi disayat + 7 cm diatas sambungan lalu dirundukkan
ke bawah,setelah 15 -
20 hari baru dipotong.
Bibit
setelah putus dari pohon induk ditaruh di tempat teduh dengan intensitas
penyinaran + 25 %, dan
secara perlahan-lahan
ditingkatkan dengan cara membuka atap/pelindung sedikit demi sedikit. Hal ini penting, untuk memberi kesempatan pertumbuhan akar, sehingga pada penanaman di kebun akan mengurangi gangguan akar. Bibit yang disemai dalam polibag, penanamannya dapat langsung ke lapangan.
ditingkatkan dengan cara membuka atap/pelindung sedikit demi sedikit. Hal ini penting, untuk memberi kesempatan pertumbuhan akar, sehingga pada penanaman di kebun akan mengurangi gangguan akar. Bibit yang disemai dalam polibag, penanamannya dapat langsung ke lapangan.
B. Persiapan lahan
Sebelum
bibit ditanam, kebun harus sudah dipersiapkan. Pada garis besarnya, persiapan
lahan meliputi kegiatan sebagai berikut :
● Pemangkasan semak belukar dan penebangan
pohon-pohon (kebun yang baru dibuka). Sebaiknya pembukaan
areal ini dilakukan pada musim kemarau,
sehingga semak belukar tersebut tidak cepat tumbuh kembali.
● Pengolahan tanah, dimaksudkan untuk menggemburkan tanah, menyingkirkan akar dan sisa-sisa tanaman serta menciptakan areal yang serasi. Pengolahan tanah pada areal miring harus dilakukan menurut arah melintang lereng (contour). Efek utama pengolahan tanah menurut cara ini adalah terbentuknya alur yang dapat menghambat aliran permukaan dan menghindari terjadinya penghanyutan tanah bagian atas (erosi). Pada
tanah dengan tingkat kemiringan 20 % perlu dibuat teras dengan ukuran + 2 m (disesuaikan dengan keadaan solum tanah, makin dalam solum makin lebar ukuran teras) atau dapat pula dibuat teras terusan dengan penanaman sistem contour.
● Pengolahan tanah, dimaksudkan untuk menggemburkan tanah, menyingkirkan akar dan sisa-sisa tanaman serta menciptakan areal yang serasi. Pengolahan tanah pada areal miring harus dilakukan menurut arah melintang lereng (contour). Efek utama pengolahan tanah menurut cara ini adalah terbentuknya alur yang dapat menghambat aliran permukaan dan menghindari terjadinya penghanyutan tanah bagian atas (erosi). Pada
tanah dengan tingkat kemiringan 20 % perlu dibuat teras dengan ukuran + 2 m (disesuaikan dengan keadaan solum tanah, makin dalam solum makin lebar ukuran teras) atau dapat pula dibuat teras terusan dengan penanaman sistem contour.
● Sebelum dilakukan pembuatan lubang tanam,
ditentukan dahulu jarak tanam yang
akan digunakan. Pada umumnya jarak tanam untuk tanaman pala ialah 9 x 10 m dengan sistem
bujur sangkar atau 10 x 10 m. Dengan jarak tanam tersebut dahan-dahannya
tidak akan bersilangan dan dengan keadaan ini kapasitas untuk
berproduksi adalah maksimal pada umur dewasa (Flach, 1966). Pembuatan
lubang tanam biasanya berukuran 60 x 60 x 60 cm. Pada tanah yang berliat
tinggi, sebaiknya ukuran lubang tanam lebih besar 100 x 100 x 100 cm.
Tanah lapisan atas dan lapisan bawah dipisah, karena kedua lapisan
tersebut mengandung unsur yang berbeda.
Setelah pembuatan lubang tanam berumur lebih satu bulan, tanah dikembalikan, lapisan bawah
kembali ke lapisan bawah dan lapisan atas
setelah dicampur dengan pupuk kandang matang, baru dimasukkan kembali ke dalam lubang bagian atas.
Dua atau tiga minggu kemudian penanaman dapat dilakukan.
C. Penanaman
Bibit
yang akan ditanam biasanya yang telah berumur lebih satu tahun dan tidak lebih
dari dua tahun. Kalau bibit lebih dari ketentuan tersebut, akibat lama dipembibitan,
pertumbuhannya akan terlambat, sebab akar sudah berlipat-lipat. Sebaiknya
penanaman dilaksanakan pada awal musim penghujan agar ketersediaan air terjamin.
Cara
penanaman adalah dengan membuat lubang tanam kecil ditengah lubang tanam awal,
setinggi dan selebar keranjang atau polibag bibit, lalu polibag disayat dari
atas ke bawah dengan pisau secara hati-hati agar akar dan tanah dalam polibag
tersebut tidak rusak, kemudian dilakukan penanaman sampai leher batang terkubur
tanah, lalu tanah dirapihkan kembali. Uintuk menjaga tanaman muda dari sengatan
matahari langsung perlu dibuatkan naungan dari tiang bambu atau kayu dengan
atap daun kelapa atau alang-alang, sampai tanaman betul-betul tahan dari sinar
matahari.
Pola
Tanam
Dalam
upaya meningkatkan pendapatan petani, salah satu upaya adalah dengan
memanfaatkan lahan seoptimal mungkin, dengan menanam berbagai jenis tanaman
dengan memperhatikan syarat tumbuh dari setiap tanaman itu sendiri. Peluang
tanaman pala sebagai tanaman pokok atau pun sebagai tanaman sela sangat
memungkinkan karena banyak lahan diantaranya belum dimanfaatkan secara optimal.
Untuk menentukan/ mendapatkan jenis tanaman apa yang tepat bergandengan dengan
tanaman pala, beberapa hal yang perlu di perhatian adalah sebagai berikut :
- Kesesuaian lingkungan yang diartikan
sebagai kecocokkan lahan untuk tanaman
tersebut.
- Tidak bersifat saling merugikan baik
terhadap tanaman sela atau tanaman
pokok.
- Tidak menimbulkan persaingan, terutama
dalam pengambilan zat makanan.
- Tidak memiliki kesamaan sebagai inang
timbulnya hama atau penyakit.
- Memiliki kemampuan saling menguntungkan.
- Tanaman tersebut memiliki nilai ekonomis.
- Berwawasan lingkungan, artinya berkemampuan
mengawetkan alam.
Sehingga
kelestariannya tetap terjamin sesuai konsep ekologi yang diinginkan bersama.
Sebagai contoh upaya menekan sekecil mungkin tingkat erosi tanah yang kelak
dapat menurunkan tingkat kesuburan tanah. Peluang tanaman pala sebagai tanaman
sela jumlahnya tergantung umur tanaman pokok, pada tanaman kelapa berumur 10 tahun,
tanaman pala dapat tumbuh dan berproduksi cukup baik sebagai tanaman sela diantara
tanaman kelapa. Sedangkan sebagai tanaman pokok, tanaman pala dapat dipola
tanamkan dengan berbagai jenis tanaman palawija, tanaman temu-temuan serta berbagai
tanaman obat. Jarak tanam pala yang biasa dipergunakan adalah 10 x 10 m, dengan
jarak tanam tersebut banyak lahan yang kosong terutama pada saat tanaman pala
berumur dibawah 4-5 tahun, lahan ini dapat dimanfaatkan untuk ditanami berbagai
jenis tanaman semusim misalnya tanaman palawija.
D. Pemeliharaan
Untuk menjamin keberhasilan berproduksi di masa mendatang,
maka sejak awal pertanaman pala perlu pemeliharaan yang baik, di antara
kegiatan pemeliharaan pertanaman pala adalah :
● Penanaman pohon pelindung,
Tanaman muda umumnya tidak tahan terhadap panas sinar
matahari langsung, sehingga diperlukan naungan serta penanaman pohon pelindung
yang sekaligus sebagai penahan angin karena tanaman pala sangat peka terhadap
angin yang keras.
Beberapa pohon pelindung dapat digunakan diantaranya
Albazia, Lamtoro, Glirisidia dan berbagai jenis tanaman leguminosae lainnya.
Setelah tanaman pala berumur 3 -
4 tahun, pohon pelindung dapat dikurangi secara bertahap.
● Penyulaman
Bibit yang mati, dan yang pertumbuhannya terhambat sebaiknya
segera dilakukan penyulaman agar tidak menjadi parasit dalam usaha pertanaman
pala. Kegiatan penyulaman ini dapat dilakukan sejak umur satu bulan setelah
tanam.
● Penyiangan
Biasanya setelah tanaman berumur 2 - 3 bulan, rumput dan tanaman pengganggu
lainnya disekitar pertanaman pala sudah banyak yang tumbuh. Hal ini menimbulkan
persaingan tanaman pala dengan rerumputan tersebut dalam penggunaan unsur hara,
oleh sebab itu perlu dilakukan penyiangan agar persaingan dalam pengambilan
unsur hara dapat diperkecil, sehingga tanaman pala tumbuh dan berkembang dengan
baik. Untuk selanjutnya penyiangan cukup dilakukan sekitar piringan tanaman
yang pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan
perkembangan gulma.
perkembangan gulma.
● Pemupukan
Untuk menjamin ketersediaan unsur hara yang diperlukan oleh
tanaman pala terutama unsur makro (N, P dan K ) di dalam tanah, bagi
pertumbuhan dan produksi tanaman, maka diperlukan pemupukan. Dosis pemupukan
yang dianjurkan berdasarkan tingkat umur untuk tanaman pala.
● Pengendalian Hama dan Penyakit
Disamping perbaikan teknik bercocok tanam, perlu pula
diupayakan penanggulangan serangan hama dan penyakit sehingga kelangsungan
pertanaman serta kualitas dan kuantitas produksi dapat terus dipertahankan
malah dapat ditingkatkan.
-
Hama-hama yang sering dijumpai menyerang biji pala adalah Oryzaephilus Mercator (Faufel) dan
Areacerus fasciculatus.
Kedua hama ini bersifat kosmopolitan dan menyebabkan
kerugian besar terutama pada produk-produk dalam simpanan. Hama lain adalah
yang menyerang batang yaitu Batocera hercules. Hama ini banyak ditemukan di
Sulawesi Utara dengan tingkat serangan yang cukup tinggi. Usaha pengendalian
terhadap hama yang menyerang biji yang sudah
berada digudang-gudang adalah dengan melakukan fumigasi Methyl Bromida.
Sedangkan penyemprotan insektisida kontak dapat pula dilakukan untuk serangan
di lapang dengan menggunakan insektisida Malathion. Pengendalian terhadap hama
penggerek batang adalah dengan memberikan insektisida pada kapas kemudian dimasukkan
pada semua lobang gerekan dan kemudian ditutup dengan sepotong kayu.
- Penyakit
Penyakit utama yang paling merugikan pada pertanaman pala di
Indonesia adalah penyakit busuk kering dan busuk basah yang disebabkan oleh
jamur serta penyakit layu yang diduga disebabkan oleh mikroorganisme.
1. Penyakit busuk kering
Penyakit ini disebabkan oleh sejenis jamur yaitu Stigmina
myrtaceae. Gejala penyakit umumnya ditemukan pada buah yang telah berusia 5 - 6 bulan ke atas. Pada buah yang
terinfeksi akan diketemukan bercak coklat atau hitam kehijauan dengan ukuran
yang bervariasi. Serangan penyakit ini merupakan bercak yang mengering, buah
menjadi keras, dan pada permukaan kulit terbentuk masa jamur berwarna hitam kehijauan,
diikuti dengan pecahnya buah dan buah kemudian gugur (Mandang-Sumaraw, 1985).
2.
Penyakit busuk basah
Mandang-Sumaraw (1985) menyebutkan bahwa penyebab penyakit
ini adalah jamur Colletotrichum gloesporioides Penzig. Penyakit ini muncul pada
saat buahbuah hampir masak atau buah yang pecah kadang ditemukan bersama-sama
dengan serangan penyakit busuk kering. Pada buah yang terinfeksi terjadi
peribahan warna menjadi coklat, daging buah busuk, lunak dan berair/kebasah-basahan.
Bila gejala berkembang nampak buah seperti habis dimasak air panas. Buah
terserang pada pangkalnya, sehingga akan mudah gugur ke tanah. Pengendalian kedua
penyakit ini pada prinsipnya sama karena penyebab kedua penyakit tersebut
adalah jamur dan bagian yang terserang adalah buah.
Pendekatan yang dapat dilakukan adalah menghilangkan sumber inokulum, mengurangi kelembaban dan melindungi buah dengan penyemprotan fungisida. Menghilangkan inokulum dapat dilakukan dengan cara membenamkan buah-buah yang sakit/terserang ke dalam tanah. Mengurangi kelembaban kebun dengan mempergunakan jarak tanam yang lebar misalnya 10 x 10 meter, pembersihan tumbuhan pengganggu disekitar tanaman, mengurangi tanaman pelindung, serta kalau perlu melakukan pemangkasan cabang dan ranting yang saling persentuhan, serta penyemprotan dengan fungisida Delsene MX-200, pada musim hujan.
Pendekatan yang dapat dilakukan adalah menghilangkan sumber inokulum, mengurangi kelembaban dan melindungi buah dengan penyemprotan fungisida. Menghilangkan inokulum dapat dilakukan dengan cara membenamkan buah-buah yang sakit/terserang ke dalam tanah. Mengurangi kelembaban kebun dengan mempergunakan jarak tanam yang lebar misalnya 10 x 10 meter, pembersihan tumbuhan pengganggu disekitar tanaman, mengurangi tanaman pelindung, serta kalau perlu melakukan pemangkasan cabang dan ranting yang saling persentuhan, serta penyemprotan dengan fungisida Delsene MX-200, pada musim hujan.
3.
Penyakit Layu
Diduga penyebab penyakit layu ini adalah Mikroorganisme
patogenik didukung oleh keadaan lingkungan yang sangat lembab. Gejala nampak
pada daun, daun menguning dan layu dari pucuk bagian atas, berlanjut dari satu
cabang ke cabang lain kemudian gugur seluruhnya dan tanaman mati meranggas.
Jika akarnya dibongkar terlihat warna hitam kecoklatan. Secara keseluruhan
gejala ini mirip dengan gejala BPKC pada tanaman cengkeh (Asman, et al., 1992).
Penanggulangan yang dapat dianjurkan antara lain, mengurangi kelembaban kebun
dengan memotong tanaman liar sehingga sinar matahari cukup masuk diantara tanaman
pala. Membuat saluran drainase sekeliling kebun agar air tidak menggenang, memusnahkan
tanaman yang terserang serta penyemprotan fungisida Dithane M-45, Benlite,
Difolatan 4f.
4.
Penyakit lain
Penyakit lain yang menyerang tanaman pala dalam skala kecil
dan sporadic serta secara eknomis nilai kerusakan\nya relatif kecil antara lain
penyakit antrachnosa pada daun dan benang putih. Penanggulangan terhadap kedua
jenis penyakit ini adalah sama yaitu mengurangi kelembaban kebun, memotong dan
memusnahkan ranting yang terinfeksi, serta penyemprotan dengan fungisida.
E. Panen
Tanaman
pala mulai berbuah pada umur 7 -
8 tahun dan pada umur 10 tahun dapat berproduksi secara menguntungkan. Tanaman
pala hasil grafting dapat berbuah umur 4 - 5 tahun sedang tanaman hasil cangkokan berbuah umur 3 - 4 tahun. Produksi tanaman pala
terus meningkat dan pada umur 25 tahun mencapai produksi tertinggi dan dapat
terus berproduksi sampai umur 60 - 70 tahun. Dalam satu tahun pala dapat dipanen dua kali.
Umumnya buah pala telah dapat dipanen setelah cukup tua, umur buah + 6 bulan sejak dari bunga. Tanda-tanda buah pala yang sudah cukup tua adalah jika sebahagian buah pala dari suatu pohon sudah merekah.
Umumnya buah pala telah dapat dipanen setelah cukup tua, umur buah + 6 bulan sejak dari bunga. Tanda-tanda buah pala yang sudah cukup tua adalah jika sebahagian buah pala dari suatu pohon sudah merekah.
Cara
pemanenan buah pala dapat dilakukan dengan menggunakan galah yang pada bagian
ujungnya diberi keranjang atau dengan cara memetik langsung dengan cara menaiki
batang dan memilih buah-buah yang telah betul-betul tua. Buah yang telah
dipetik segera dibelah, dipisahkan daging buah, biji dan fulinya. Biji pala dan
fulinya segera dijemur untuk menghindari serangan hama dan penyakit yang dapat
mengurangi mutunya.
II. 5. PENGOLAHAN DAN PENGANEKARAGAMAN
HASIL
Buah
pala terdiri atas daging buah (pericarp) dan biji yang terdiri atas fuli, tempurung
dan daging biji. Fuli adalah serat tipis (areolus) berwarna merah atau
kuning muda, berbentuk selaput berlubang-lubang seperti jala yang terdapat antara daging dan biji pala. Menurut Somaatmadja (1984), dari buah pala segar dihasilkan daging buah sebanyak 83.3 %, fuli 3.22 %, tempurung biji 3.94 %, dan daging biji sebanyak 9.54 %.
kuning muda, berbentuk selaput berlubang-lubang seperti jala yang terdapat antara daging dan biji pala. Menurut Somaatmadja (1984), dari buah pala segar dihasilkan daging buah sebanyak 83.3 %, fuli 3.22 %, tempurung biji 3.94 %, dan daging biji sebanyak 9.54 %.
Pemanfaatan
buah pala secara optimal serta dilakukannya usaha-usaha
penganekaragaman bentuk produk pala yang dipasarkan sangat penting sehingga pendapatan petani pala tidak hanya tergantung dari penjualan biji pala saja. Selain peningkatan nilai tambah bagi usaha pemanfaatan buah pala secara optimal akan meningkatkan daya tahan petani pala terhadap perubahan harga biji pala akhirakhir ini. Semua bagian buah pala dapat dijadikan bahan olahan yang mempunyai nilai ekonomis. Biji dan fuli pala kering merupakan dua bentuk komoditas pala di pasar intenasional, keduanya dapat diolah menjadi minyak pala yang memberikan nilai tambah, sedangkan daging buahnya dapat dibuat berbagai macam produk pangan seperti manisan pala, sari buah, selai pala, chutney dan jelli.
penganekaragaman bentuk produk pala yang dipasarkan sangat penting sehingga pendapatan petani pala tidak hanya tergantung dari penjualan biji pala saja. Selain peningkatan nilai tambah bagi usaha pemanfaatan buah pala secara optimal akan meningkatkan daya tahan petani pala terhadap perubahan harga biji pala akhirakhir ini. Semua bagian buah pala dapat dijadikan bahan olahan yang mempunyai nilai ekonomis. Biji dan fuli pala kering merupakan dua bentuk komoditas pala di pasar intenasional, keduanya dapat diolah menjadi minyak pala yang memberikan nilai tambah, sedangkan daging buahnya dapat dibuat berbagai macam produk pangan seperti manisan pala, sari buah, selai pala, chutney dan jelli.
a. Biji dan fuli kering
Untuk
dijadikan bahan yang dapat diekspor, biji dan fuli pala perlu dilakukan pengolahan
terlebih dahulu. Proses pengolahan dimulai dengan melepaskan biji dari dagingnya,
fuli yang membungkus biji dilepas dengan jalan memipil mulai dari ujung. Pengeringan
biji dan fuli dapat dilakukan dengan penjemuran atau menggunakan alat pengering.
Secara
tradisional biji pala dijemur dengan memakai alas tikar atau lantaim semen
dibawah sinar matahari. Yang harus diperhatikan dalam penjemuran adalah lamanya
pengeringan harus tepat. Pengeringan yang terlalu cepat dengan panas yang tinggi
mengakibatkan biji menjadi pecah. Biji yang telah cukup kering adalah yang telah
terlepas dari bagian cangkangnya dengan kadar air 8 - 10 %. Sedangkan pengeringan fuli
dengan bantuan sinar matahari dilakukan secara perlahan-lahan selama beberapa
jam, kemudian dikering anginkan. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai fuli
menjdi kering. Cara pengeringan semacam ini dapat menghasilkan fuli yang kenyal
(tidak rapuh) dan bermutu tinggi.
b. Minyak pala
Biji
pala dan fuli dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak pala. Minyak pala
biasanya disuling dari biji pala berumur 3 - 4 bulan dengan rendemen minyaknya 6 - 17 %. Biji pala yang tua,
rendemennya lebih rendah 8 -
13 %. Penyulingan biji pala dan fuli dapat dilakukan dengan sistem uap
bertekanan rendah (+
1 atmosfer) atau dilakukan secara dikukus. Untuk tingkat pengrajin, penyulingan
secara pengukusan lebih memungkinkan karena investasinya lebih murah. Biji pala
yang akan disuling digiling terlebih dahulu, untuk memudahkan keluarnya minyak atsiri
dari bahan. Penyulingan biji pala dengan kapasitas besar hendaknya bahan di
dalam ketel disusun secara difraksi (diberi antara) agar uap air dapat berpenetrasi dengan merata, dengan demikian penyulingan akan lebih singkat dan rendemennya lebih tinggi. Penyulingan cara itu membutuhkan waktu 8 jam dengan rendemen minyak 13.33 %, sedang tanpa difraksi membutuhkan waktu 10 jam dengan rendemen minyak 12.98 % (Hernani dan Risfaheri, 1990).
dalam ketel disusun secara difraksi (diberi antara) agar uap air dapat berpenetrasi dengan merata, dengan demikian penyulingan akan lebih singkat dan rendemennya lebih tinggi. Penyulingan cara itu membutuhkan waktu 8 jam dengan rendemen minyak 13.33 %, sedang tanpa difraksi membutuhkan waktu 10 jam dengan rendemen minyak 12.98 % (Hernani dan Risfaheri, 1990).
Untuk
penyulingan fuli pala tidak perlu fulinya dihancurkan sebelum disuling. Kadar
minyak atsiri dari fuli yang masih muda yang berwarna keputih-putihan berkisar
7 - 18 % (Rismunandar, 1987).
Penampakan minyak pala dan fuli hamper sama, keduanya berwarna jernih hingga
kuning pucat dan mempunyai susunan kimia yang sama.
c. Oleoresin dan mentega pala
Oleoresin
terdiri dari minyak atsiri dan resin serta komponen-komponen pembentuk flavor
lainnya (senyawa-senyawa) yang tidak mudah menguap yang menentukan rasa khas
pala. Tahap-tahap pembuatan oleoresin adalah persiapan bahan, ekstraksi dengan
pelarut organik dan pengambilan kembali pelarut organik.
Menurut
Somaatmadja (1984), ekstraksi pala langsung dengan etanol dingin dapat menghasilkan
18 - 26 % oleoresin dan hasil tersebut
didinginkan dan disaring. Oleoresin yang dihasilkan menjadi 10 - 12 %, sisanya adalah lemak
trimiristin yang disebut mentega pala. Bila digunakan pelarut benzena,
oleoresin pala yang dihasilkan sebelum dilakukan penyaringan mencapai 31 - 37 %. Pada pembuatan oleoresin
fuli, fuli yang di ekstrak dengan petroleum eter dapat menghasilkan 27 - 32 % oleoresin yang mengandung 8.5 - 22 % minyak atsiri. Ekstraksi
dengan etanol panas dapat menghasilkan 22 - 27 % oleoesin dan hasil tersebut didinginkan dan disaring.
Oleoresin yang dihasilkan menjadi 1 - 13 % dan sisa yang terpisah berupa mentega fuli. Lemak pala
juga dapat diekstrak dengan hotpress karena kadar lemaknya cukup tinggi (29 - 40 %), lemak ini dapat disebut sebagai mentega pala
(Somaatmadja, 1984).
d. Daging buah pala
Daging
buah pala dapat diolah menjadi berbagai macam produk pangan seperti manisan
pala, sari buah, selai pala, chutney dan jelli. Manisan pala biasanya menggunakan
buah pala yang masih muda, sedangkan untuk bentuk olahan lainya dapat digunakan
daging buah pala yang telah masak.
Ada
dua macam manisan pala yaitu manisan basah dan manisan kering. Manisan basah
dibuat dengan cara merendam daging buah pala dalam larutan garam selama + 1/2 hari untuk menarik kotoran dan
getahnya, lalu dicuci bersih. Kemudian direndam dalam gula pasir sehingga
keluar cairan. Cairan tersebut dipisahkan kemudian dikentalkan dengan
penambahan gula. Selanjutnya buah pala direndam kembali dalam cairan gula
tersebut. Untuk membuat manisan kering, daging buah pala yang telah bersih
direndam dalam gula pasir kemudian dijemur sampai kering.
BAB
III
PENUTUP
III.
1. Kesimpulan
Tanaman Pala
(Myristica fragrans Houtt) merupakan tanaman asli Indoesia, sudah terkenal
sebagai tanaman rempah sejak abad ke 18. Sampai saat ini Indonesia merupakan
produsen pala terbesar dunia (70-75%).
Maluku
merupakan pusat asal tanaman pala dengan keragaman yang tinggi (Deinum, 1949).
Tanaman ini termasuk salah satu tanaman rempah-rempah yang menjadi rebutan
bangsa-bangsa yang datang ke Indonesia, antara lain bangsa Portugis tahun 1511.
Teknik
budidaya tanaman pala meliputi : pengadaan bahan tanam untuk bibit, persiapan
lahan, penanaman, pemeliharaan dan panen
Pada
dasarnya pengadaan tanaman pala dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
perbanyakan dengan biji, perbanyakan dengann cangkokan, perbanyakan dengan
okulasi dan perbanyakan dengan sambungan / grafting
Pemanfaatan
buah pala secara optimal serta dilakukannya usaha-usaha
penganekaragaman bentuk produk pala untuk dipasarkan. Semua bagian buah pala dapat dijadikan bahan olahan yang mempunyai nilai ekonomis. Biji dan fuli pala kering merupakan dua bentuk komoditas pala di pasar intenasional, keduanya dapat diolah menjadi minyak pala yang memberikan nilai tambah, sedangkan daging buahnya dapat dibuat berbagai macam produk pangan seperti manisan pala, sari buah, selai pala, chutney dan jelli.
penganekaragaman bentuk produk pala untuk dipasarkan. Semua bagian buah pala dapat dijadikan bahan olahan yang mempunyai nilai ekonomis. Biji dan fuli pala kering merupakan dua bentuk komoditas pala di pasar intenasional, keduanya dapat diolah menjadi minyak pala yang memberikan nilai tambah, sedangkan daging buahnya dapat dibuat berbagai macam produk pangan seperti manisan pala, sari buah, selai pala, chutney dan jelli.
III.
2. Saran
Penyusun
berharap kepada pembaca untuk menyimak, mempelajari dan menggunakan makalah ” Budidaya
Tanaman Pala “ sebagai motivasi dan menjadi referensi kepada pembaca dalam
melakukan kegiatan usaha disektor pertanian.
Akhirnya penyusun sadari
sepenuhnya bahwa makalah yang kami susun jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA
- Anonymous,
1974. Pedoman teknik budidaya pala. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta : 56.
- Asman.
A., M. Tombe, M. E. Ester.S.R. Djiwanti dan D. Sitepu. 1992. Identifikasi dan biologi penyakit pala di Sumatra
Barat.
- Laporan
hasil penelitian Balitro. BPS. 1995. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta.
- BPS.
2000. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta.
- Cere.
1961. Plant Taxonomy. Prentice. Hall Inc. Englewood Cliffs. N. Jersey.
- Deinum,
H., 1949. Nootsmuskaat en foelie, dalam C.J.J. Van Hallen C. Van de Koppel (ed) De Landbouw in de
Indishe Archiple, Deel III W. Van Hoevs Gravenhage.
665-685.
- Emmyzar.,
Rosman, R, Muhammad, H. 1989. Tanaman Pala. Perkembangan penelitian agronomi tanaman rempah
dan obat. Edisi khusus Littro vol. V. No.1. 1989. 5 hal.
- Hadad,
M. E.A. 1991. Keragaan plasma nutfat pala di propinsi Maluku hasil eksplorasi dan pelestarian
1990/1991. Makalah pada seminar plasma nutfah tanaman hortikultura, industri dan
pangan. Puslitbangtan. September 1991 Bogor : 12
- Hadad,M.
E. A. dan A. Hamid, 1990. Mengenal berbagai plasma nutfah pala di daerah Maluku Utara.
- Prosiding
Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Industri. Bogor. VIII ; 1213 -
1222.
- Hadad,M.
E. A. dan Syakir. M. 1992. Pengadaan bahan tanaman pala. Perkembangan Penelitian Tanaman Pala
dan Kayumanis. Edisi khusus penelitian tanaman
rempah dan obat Balittro vol. VIII No. 1, 1992, hal 1-7.
- Hernani
dan Risfaheri, 1990. Pengaruh cara penempatan bahan pada penyulingan biji pala terhadap
rendemen dan mutu minyaknya.
- Medkom
Puslitbangtri No. 5. Hal 93-98.
- Heyne,
K., 1927. De Nuttings Planten Van Nederlandesh Indish. Ruygrok and Co. Batavia ; 196.
- Lubis,
Yacob, M. 1992. Budidaya tanaman pala. Perkembangan Penelitian Tanaman Pala dan Kayumanis Edisi khusus
penelitian tanaman rempah dan obat Balittro
vol. VIII No.1. 1992 hal 8 -
20.
- Mandang.
Sumaraw, S. 1981. Penyakit - penyakit
jamur pada buah pala di Kab Minahasa. Makalah Kongres Nasional
VI, PFI, Bukit Tinggi, 11-13 Mei, 12p.
- Mandang, Sumaraw, S. 1985. Biologi penyebab
penyakit busuk buah pala khususnya busuk kering. Tesis S3
UGM. Tidak dipublikasikan.
- Ochse.J.
J. 1931. Indieshe groonten (met inbergrijp van aardvrachten en kruiderijen) Dep. Landb.
- Nijverth
en Handel. Buiten Zerg. Ridley, H. N. 1912. Spices. Mac Millan Co., St. Merten, S Street London.
- Rismunandar,
1987. Budidaya dan tataniaga pala. Penebar Swadaya, Jakarta.
- Rosman,
R., Emmyzar., Made, 1989. Studi kesesuaian lahan dan iklim tanaman pala (Myristica fragrans). Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.
- Somaatmadja,
D., 1984. Penelitian dan Pengembangan Pala dan Fuli. Komunikasi No.215. BBIHP, Bogor. 18 hal. 31
Tidak ada komentar:
Posting Komentar