BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Sebagaimana umumnya
interaksi antara makhluk hidup, pada tumbuhan juga terjadi interaksi yang
saling menguntungkan dan ada pula interaksi kompetisi, bahkan ada interaksi
dimana salah satu tumbuhan dirugikan atau dihambat pertumbuhannya.
Baik tumbuhan, hewan ataupun makhluk hidup
yang lainnya melakukan persaingan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Hal ini
dapat memperlihatkan adaptasi antar makhluk hidup dengan sesamanya, makhluk
hidup yang lainnya dan lingkungannya. Terdapat beberapa tumbuhan yang
menghasilkan senyawa kimia dalam melakukan persaingan yang kemudian disebut
Alelopati. Kemudian senyawa kimia yang dihasilkannya dapat menghambat pertumbuhan
jenis tumbuhan lainnya disebut alelokimia
I. 2. Rumusan
Masalah
Dari uraian di atas,
yang menjadi
permasalahan dalam makalah ini
yaitu:
- Apa yang dimaksud dengan Alelopati
?
- Bagaimana sejarah ditemukannya
istilah Alelopati ?
- Bagimana mekanisme dan proses
terjadinya Alelopati ?
- Apa dampak negatif Alelopati bagi
tumbuhan ?
- Bagaimana cara penanggulangan dampak
negatif Alelopati bagi tumbuhan ?
- Apa manfaat Alelopati bagi
tumbuhan ?
- Bagaimana cara penerapan Alelopati
bagi pertanian ?
- Bagaimana proses Alelopati pada
hewan ?
- Bagaimana proses alelopati pada
makhluk hidup lainnya ?
I. 3. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini yaitu :
- Untuk mengetahui pengertian
Alelopati ?
- Untuk mengetahui sejarah
ditemukannya istilah Alelopati ?
- Untuk mengetahui mekanisme dan
proses terjadinya Alelopati ?
- Untuk mengetahui dampak negatif
Alelopati bagi tumbuhan ?
- Untuk mengetahui cara
penanggulangan Alelopati ?
- Untuk mengetahui manfaat Alelopati
bagi tumbuhan ?
- Untuk mengetahui cara penerapan
Alelopati bagi pertanian ?
- Untuk mengetahui Alelopati pada
hewan ?
- Untuk mengetahui alelopati pada
makhluk hidup lainnya ?
I. 4. Manfaat
Dengan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Makalah ini diharapkan menjadi salah satu bahan
informasi bagi masyarakat secara umum.
2. Dapat memberikan imformasi ilmiah bagi petani dan
instansi terkait tentang alelopati.
3. Sebagai bahan masukan untuk mata kuliah
“Ilmu Gulma dan Pengendaliannya” tentang alelopati.
4. Sebagai sumber informasi
lanjutan bagi mahasiswa Fakultas Pertanian untuk melakukan penelitian.
BAB II
PEMBAHASAN
II. 1. Deskripsi
Tentang Alelopati
Alelopati berasal dari bahasa Yunani,
allelon yang berarti "satu sama lain" dan pathos yang
berarti "menderita". Alelopati didefinisikan sebagai suatu
fenomena alam dimana suatu organisme memproduksi dan mengeluarkan suatu senyawa
biomolekul (disebut alelokimia) ke lingkungan dan senyawa tersebut
memengaruhi perkembangan dan pertumbuhan organisme lain di sekitarnya. Sebagian
alelopati terjadi pada tumbuhan dan dapat mengakibatkan tumbuhan di sekitar
penghasil alelopati tidak dapat tumbuh atau mati
Alelopati merupakan interaksi antar populasi, bila
populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi
lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut
(juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat
yang bersifat toksik. Pada mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai
anabiosa. Contoh jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu.
- Menurut Rohman dan I wayan Sumberartha,
2001.
Alelopati juga
merupakan sebuah fenomena yang berupa bentuk interaksi antara makhluk hidup
yang satu dengan makhluk hidup lainnya melalui senyawa kimia
- Menurut Odum (1971) dalam Rohman dan I
wayan Sumberartha (2001)
Alelopati
merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tumbuhan yang menghasilkan zat
kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing
dengan tumbuhan tersebut.
- Menurut Molisch pada tahun 1937
Alelopati
diartikan sebagai pengaruh negatif dari suatu jenis tumbuhan tingkat tinggi
terhadap perkecambahan, pertumbuhan, dan pembuahan jenis-jenis lainnya.
Kemampuan
untuk menghambat pertumbuhan tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu
senyawa kimia tertentu yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan. Dalam Rohman dan
I wayan Sumberartha (2001) disebutkan bahwa senyawa-senyawa kimia tersebut
dapat ditemukan pada jaringan tumbuhan (daun, batang, akar, rhizoma, bunga,
buah, dan biji).
II. 2. Sejarah Alelopati
Reaksi alelopati telah dikemukakan oleh Bapak
Botani, Theophrastus, sejak tahun 300 SM. Dia
menuliskan tentang buncis
yang dapat membunuh populasi gulma di
sekitarnya. Pada tahun 1 setelah Masehi, seorang cendikiawan dan
naturalis Roma
bernama Gaius Plinius Secundus
menuliskan tentang bagaimana buncis dan jelai
dapat berefek "menghanguskan" ladang. Selain itu, dia juga
mengemukakan bahwa pohon Walnut
bersifat toksik (beracun) terhadapat tumbuhan lain. Pada tahun 1832, Augustin
Pyramus De Candolle, seorang ahli botani dan naturalis
mengemukakan bahwa tanah dapat menderita "sakit" kemungkinan
diakibatkan oleh senyawa kimia yang dikeluarkan oleh tanaman. Penemuan mengenai
alelopati semakin jelas ketika pada tahun 1907-1909, dua orang ilmuwan bernama
Schreiner dan Reed berhasil mengisolasi senyawa fitotoksik kimia dari tanaman
dan tanah. Konsep mengenai alelopati dikemukakan pada tahun 1937 oleh Hans Molisch,
seorang ahli fisiologi tanaman asal Austria. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
senyawa-senyawa tersebut dapat terlepas dari jaringan tumbuhan melalui berbagai
cara yaitu melalui penguapan, eksudat akar, pencucian, dan pembusukan
bagian-bagian organ yang mati.
II. 3. Mekanisme dan proses
terjadinya Alelopati
a. Mekanisme Alelopati
Fenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi kimia
antar tumbuhan, antar mikroorganisme, atau antara tumbuhan dan mikroorganisme
(Einhellig, 1995a). Menurut Rice (1984) interaksi tersebut meliputi
penghambatan dan pemacuan secara langsung atau tidak langsung suatu senyawa
kimia yang dibentuk oleh suatu organisme (tumbuhan, hewan atau mikrobia)
terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme lain. Senyawa kimia yang
berperan dalam mekanisme itu disebut alelokimia. Pengaruh alelokimia bersifat
selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis organisme tertentu namun tidak
terhadap organisme lain (Weston, 1996).
Alelokimia pada
tumbuhan dibentuk di berbagai organ, mungkin di akar, batang, daun, bunga dan
atau biji. Organ pembentuk dan jenis alelokimia bersifat spesifik pada setiap
spesies. Pada umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang
dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu asam organik larut air, lakton, asam
lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan
derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam
amino non protein, sulfida serta nukleosida. (Rice,1984; Einhellig, 1995b).
Pelepasan alelokimia pada umumnya terjadi pada stadium perkembangan tertentu,
dan kadarnya dipengaruhi oleh stres biotik maupun abiotik (Einhellig, 1995b).
Alelokimia pada
tumbuhan dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui
penguapan, eksudasi akar, pelindian, dan atau dekomposisi. Setiap jenis
alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ pembentuknya
dan bentuk atau sifat kimianya (Rice, 1984; Einhellig, 1995b).
Mekanisme
pengaruh alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan
perkembangan organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses
yang cukup kompleks, namun menurut Einhellig (1995b) proses tersebut diawali di
membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran
membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap
penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan
stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis
protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon.
Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya
pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan sasaran.
b. Proses terjadinya Alelopati
Anonim (tanpa
tahun) menjelaskan lebih lanjut proses-proses terjadinya alelopati melalui
penjelasan berikut ini :
1. Penguapan
Senyawa
alelopati ada yang dilepaskan melalui penguapan. Beberapa genus tumbuhan yang
melepaskan senyawa alelopati melalui penguapan adalah Artemisia, Eucalyptus,
dan Salvia. Senyawa kimianya termasuk ke dalam golongan terpenoid. Senyawa ini
dapat diserap oleh tumbuhan di sekitarnya dalam bentuk uap, bentuk embun, dan dapat
pula masuk ke dalam tanah yang akan diserap akar.
2. Eksudat akar
Banyak terdapat
senyawa kimia yang dapat dilepaskan oleh akar tumbuhan (eksudat akar), yang
kebanyakan berasal dari asam-asam benzoat, sinamat, dan fenolat.
3. Pencucian
Sejumlah senyawa
kimia dapat tercuci dari bagian-bagian tumbuhan yang berada di atas permukaan
tanah oleh air hujan atau tetesan embun. Hasil cucian daun tumbuhan
Crysanthemum sangat beracun, sehingga tidak ada jenis tumbuhan lain yang dapat
hidup di bawah naungan tumbuhan ini.
4. Pembusukan organ tumbuhan
Setelah
tumbuhan atau bagian-bagian organnya mati, senyawa-senyawa kimia yang mudah
larut dapat tercuci dengan cepat. Sel-sel pada bagian-bagian organ yang mati
akan kehilangan permeabilitas membrannya dan dengan mudah senyawa-senyawa kimia
yang ada didalamnya dilepaskan. Beberapa jenis mulsa dapat meracuni tanaman
budidaya atau jenis-jenis tanaman yang ditanam pada musim berikutnya.
Selain
melalui cara-cara di atas, pada tumbuhan yang masih hidup dapat mengeluarkan
senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah
tanah. Demikian juga tumbuhan yang sudah mati pun dapat melepaskan senyawa
alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah.
II. 4. Dampak negatif Alelopati bagi
tumbuhan
- Menurut Rohman
dan I wayan Sumberartha (2001)
Menyebutkan bahwa senyawa-senyawa kimia tersebut dapat
mempengaruhi tumbuhan yang lain melalui penyerapan unsur hara, penghambatan
pembelahan sel, pertumbuhan, proses fotosintesis, proses respirasi, sintesis
protein, dan proses-proses metabolisme yang lain.
- Menurut Anonim
(tanpa tahun)
Menjelaskan tentang pengaruh alelopati terhadap
pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut:
1. Senyawa
alelopati dapat menghambat penyerapan hara yaitu dengan menurunkan kecepatan penyerapan ion-ion oleh tumbuhan.
2. Beberapa
alelopat menghambat pembelahan sel-sel akar tumbuhan.
3. Beberapa
alelopati dapat menghambat pertumbuhan yaitu dengan mempengaruhi pembesaran sel tumbuhan.
4. Beberapa
senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat respirasi akar.
5. Senyawa alelopati
memberikan pengaruh menghambat sintesis protein.
6. Beberapa
senyawa alelopati dapat menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tumbuhan.
7. Senyawa
alelopati dapat menghambat aktivitas enzim.
-
Menurut Rice (1974) dalam Salempessy (1998) dalam Tetelay (2003)
Menjelaskan
bahwa senyawa alelopat dapat menyebabkan gangguan atau hambatan pada
perbanyakan dan perpanjangan sel, aktifitas giberalin dan Indole Acetid Acid (IAA),
penyerapan hara, laju fotosintesis, respirasi, pembukaan mulut daun, sintesa
protein, aktivitas enzim tertentu dan lain-lain.
-
Menurut Patrick (1971) dalam Salampessy (1998) dalam Tetelay (2003)
Menyatakan
bahwa hambatan alelopati dapat pula berbentuk pengurangan dan kelambatan
perkecambahan biji, penahanan pertumbuhan tanaman, gangguan sistem perakaran,
klorosis, layu, bahkan kematian tanaman.
Tumbuhan
yang bersifat sebagai alelopat mempunyai kemampuan bersaing yang lebih hebat sehingga
pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun (Anonim
a, Tanpa Tahun). Namun kuantitas dan kualitas senyawa alelopati yang
dikeluarkan oleh tumbuhan dapat dipengaruhi oleh kerapatan tumbuhan alelopat,
macam tumbuhan alelopat, saat kemunculan tumbuhan alelopat, lama keberadaan
tumbuhan alelopat, habitus tumbuhan alelopat, kecepatan tumbuh tumbuhan
alelopat, dan jalur fotosintesis tumbuhan alelopat (C3 atau C4).
II. 5. Penanggulangan Alelopati
Pada ekosistem pertanian alelopati dapat menurunkan atau
meningkatkan produktivitas lahan, tergantung pada pembentuk alelokimia (tanaman
atau gulma), organisme sasaran dan aktivitasnya. Oleh karena itu penerapannya
memerlukan strategi tertentu, yang menurut Einhellig (1995a), dan Caamal-Maldonado
et al. (2001) adalah mengendalikan gulma dan atau patogen melalui :
1. Pola tanam
di lapangan.
Untuk ini diperlukan tanaman non-produksi (yang
selanjutnya disebut tanaman X), yang bersifat alelopat terhadap gulma atau
patogen namun tidak terhadap tanaman produksi, dan pemanfaatannya melalui:
a. Rotasi tanam, dengan menanam tanaman X di antara waktu
tanam tanaman produksi,
b. Cover crop, tanaman X ditanam sebagai tanaman penutup
tanah,
c. Tanaman sela, tanaman X ditanam di antara tanaman
produksi,atau
d. Mulsa, organ tanaman X yang diketahui sebagai
pembentuk alelokimia dijadikan sebagai mulsa. Pemilihan pola tanam didasarkan
atas sifat morfologi dan fisiologi tanaman X, organ pembentuk alelokimia,
mekanisme pelepasan, sifat alelokimia dan sebagainya.
2. Produksi
pestisida alami dari alelokimia.
Alelokimia yang menghambat gulma atau patogen diformulasi
dan diproduksi secara marketable menjadi pestisida alami (herbisida, fungisida,
bakterisida dan sebagainya).
3. Pemuliaan
tanaman
Untuk
memperoleh kultivar tanaman produksi yang alelopatik bagi gulma pesaingnya.
Pada jenis tanaman tertentu mungkin telah ada varitas alami yang bersifat
demikian. Bagi jenis tanaman yang belum mempunyai, kultivar seperti ini perlu
dikembangkan melalui pemuliaan tanaman secara konvensional (hibridisasi,
seleksi, dan identifikasi) maupun non-konvensional (transformasi gen, fusi
protoplas, dan lain-lain).
II. 6. Manfaat
dan Peranan Alelopati
Selain dapat merugikan tanaman pertanian, alelopati juga
mempunyai beberapa manfaat dan peranan bagi pertanian antara lain :
1. Untuk
mengendalikan gulma dan penyakit
2. Mencegah timbulnya
pencemaran
3. Menambah
ketersediaan unsur hara
4. Meminimalkan
kerugian dari akibat radiasi matahari dengan pengelolaan iklim mikro,
pengelolaan air dan pengendalian erosi.
Beberapa contoh
dari tanaman yang dapat melakukan alelopati adalah:
Jenis tanaman
|
Dampak
|
Foto
|
Mimba (Azadirachta indica) dan eukaliptus
|
Menghambat
tanaman yang tumbuh dalam jarak 5 meter.
|
|
Mangga
|
||
Brokoli
|
Residu
brokoli dapat mencegah fungi Verticillium penyebab
penyakit layu pada beberapa tanaman sayur, contohnya kembang kol dan brokoli
sendiri.
|
|
Gandum dan gandum hitam
|
||
Lantana atau Saliara
|
Akar
dan tunas tanaman ini dapat mengurangi perkecambahan gulma anggur dan gulma
lainnya.
|
|
Golongan Leucaena, contohnya lamtoro
|
Tanaman
Leucaena yang ditanam secara bersilangan dengan tanaman pangan di dalam
sistem tumpang sari dapat mengurangi hasil panen gandum dan kunir, namun
meningkatkan hasil panen jagung dan padi.
|
|
II. 7. Penerapan
Alelopati dalam Pertanian
Penerapan alelopati dalam pertanian secara garis besar
adalah untuk mengendalikan gulma dan penyakit menggunakan bahan yang berasal
dari tumbuhan atau mikroorganisme, yaitu meminimalkan serangan hama (termasuk
gulma) dan penyakit pada tanaman melalui pencegahan dan perlakuan yang aman.
Penggunaan pestisida yang berasal dari tumbuhan bersifat relatif aman, karena
berbeda dengan bahan kimia sintetis, bahan alami mudah terurai sehingga tidak
akan meninggalkan residu di tanah atau air, dan oleh karena itu tidak
menimbulkan pencemaran. Penanaman tanaman produksi maupun non-produksi yang
alelopatik terhadap gulma atau patogen bahkan dapat dikatakan tidak menimbulkan
efek negatif terhadap lingkungan dan manusia, dan murah bagi petani sehingga
petani tidak perlu menambahkan input dari luar.
Pemanfaatan
tanaman non-produksi alelopatik melalui rotasi tanam, cover crop, dan tanaman
sela dapat berperan ganda. Selain untuk mengendalikan gulma atau patogen,
teknik ini dapat mengoptimalkan ketersediaan unsur hara, karena kedua jenis
tanaman tersebut biasanya dipilih yang mempunyai kedalaman akar dan kebutuhan
hara yang berbeda, sehingga masing-masing mendapatkan hara dalam jumlah cukup
dan tidak terjadi eksploitasi unsur hara. Pemanfaatan sisa organ tanaman
tersebut sebagai mulsa juga dapat berperan ganda, yaitu meminimalkan kerugian
sebagai akibat radiasi matahari dengan pengelolaan iklim mikro, pengelolaan air
dan pengendalian erosi. Dengan menutup permukaan tanah maka radiasi matahari
tidak langsung mengenai tanah sehingga menurunkan suhu tanah, mengurangi
evaporasi (penguapan air tanah) dan akibatnya ketersedian air tanah tetap
memadai. Mulsa yang berasal dari bahan tanaman juga dapat mencegah erosi,
karena humus yang berasal dari mulsa merupakan bahan organik yang memiliki
retensi air yang cukup tinggi sehingga air terserap ke dalam tanah dan tidak
dapat menghanyutkan permukaan tanah.
II. 8. Proses
Alelopati pada Hewan
Istilah alelopati memang lebih banyak digunakan untuk
fenomena yang mengacu pada tanaman, namun beberapa penulis juga menggunakan istilah
tersebut pada hewan. Penelitian mengenai alelopati pada hewan dipelopori oleh
Porter dan Targett (1988) yang meneliti tentang alelopati pada spons atau hewan
porifera.
Mereka mempelajari
bahwa kontak spons Plakortis halichondroides dapat menyebabkan nekrosis
pada koral Agaricia lamarcki. Salah satu contoh lainnya adalah spons
dari golongan Dysidea sp. dapat memengaruhi pertumbuhan spons Cacospongia sp.
yang berlebihan dan menyebabkan nekrosis.
II.
9. Proses Alolepati pada makhluk hidup lainnya
Fitoplankton di lingkungan perairan merupakan salah satu
golongan makhluk hidup yang diketahui dapat mengakibatkan alelopati. Spesies
yang sebagian besar memproduksinya adalah dinofalgelata, flagellata,
atau sianobakteri. Jumlah senyawa alelokimia
yang diproduksi di bawah lingkungan yang kekurangan unsur nitrogen (N)
dan fosfor
(P), relatif lebih tinggi dibandingkan lingkungan yang memiliki unsur N dan P
yang cukup.
Hal ini
menunjukkan bahwa selain sebagai mekanisme pertahanan diri, alelopati merupakan
cara untuk berkompetisi memperioleh nutrisi
atau makanan.
BAB III.
PENUTUP
III. 1. Kesimpulan
Alelopati merupakan sebuah fenomena yang berupa bentuk
interaksi antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya melalui
senyawa kimia, alelopati juga merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu
tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis
yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu senyawa
kimia tertentu yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan.
Pemanfaatan mekanisme alelopati terutama untuk
mengendalikan gulma dan/atau patogen. Tumbuhan yang
bersifat sebagai alelopat mempunyai kemampuan bersaing yang lebih hebat
sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin
menurun. Namun kuantitas dan kualitas senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh
tumbuhan dapat dipengaruhi oleh kerapatan tumbuhan alelopat, macam tumbuhan
alelopat, saat kemunculan saat kemunculan tumbuhan alelopat, lama keberadaan
tumbuhan alelopat, habitus tumbuhan alelopat, kecepatan tumbuh tumbuhan
alelopat, dan jalur fotosintesis tumbuhan alelopat (C3 atau C4).
Istilah alelopati memang lebih banyak digunakan untuk
fenomena yang mengacu pada tanaman, namun beberapa penulis juga menggunakan
istilah tersebut pada hewan dan makhluk hidup lainnya
III.
2. Saran
Penyusun berharap kepada
pembaca untuk menyimak, mempelajari dan menggunakan makalah ” Alelopati dan
Penanggulangannya “ sebagai motivasi dan
menjadi referensi kepada pembaca dalam melakukan kegiatan usaha disektor
pertanian. Akhirnya penyusun sadari sepenuhnya bahwa makalah yang
kami susun jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar