bintang jatuh

Jumat, 07 Maret 2014

Makalah Alolepati dan Penanggulangannya



BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Sebagaimana umumnya interaksi antara makhluk hidup, pada tumbuhan juga terjadi interaksi yang saling menguntungkan dan ada pula interaksi kompetisi, bahkan ada interaksi dimana salah satu tumbuhan dirugikan atau dihambat pertumbuhannya.
Baik tumbuhan, hewan ataupun makhluk hidup yang lainnya melakukan persaingan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Hal ini dapat memperlihatkan adaptasi antar makhluk hidup dengan sesamanya, makhluk hidup yang lainnya dan lingkungannya. Terdapat beberapa tumbuhan yang menghasilkan senyawa kimia dalam melakukan persaingan yang kemudian disebut Alelopati. Kemudian senyawa kimia yang dihasilkannya dapat menghambat pertumbuhan jenis tumbuhan lainnya disebut alelokimia
I. 2. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, yang menjadi permasalahan dalam makalah ini yaitu:
- Apa yang dimaksud dengan Alelopati ?
- Bagaimana sejarah ditemukannya istilah Alelopati ?
- Bagimana mekanisme dan proses terjadinya Alelopati ?
- Apa dampak negatif Alelopati bagi tumbuhan ?
- Bagaimana cara penanggulangan dampak negatif Alelopati bagi tumbuhan ?
- Apa manfaat Alelopati bagi tumbuhan ?
- Bagaimana cara penerapan Alelopati bagi pertanian ?
- Bagaimana proses Alelopati pada hewan ?
- Bagaimana proses alelopati pada makhluk hidup lainnya ?
I. 3. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini yaitu :
- Untuk mengetahui pengertian Alelopati ?
- Untuk mengetahui sejarah ditemukannya istilah Alelopati ?
- Untuk mengetahui mekanisme dan proses terjadinya Alelopati ?
- Untuk mengetahui dampak negatif Alelopati bagi tumbuhan ?
- Untuk mengetahui cara penanggulangan Alelopati ?
- Untuk mengetahui manfaat Alelopati bagi tumbuhan ?
- Untuk mengetahui cara penerapan Alelopati bagi pertanian ?
- Untuk mengetahui Alelopati pada hewan ?
- Untuk mengetahui alelopati pada makhluk hidup lainnya ?
I. 4. Manfaat
Dengan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Makalah ini diharapkan menjadi salah satu bahan informasi bagi masyarakat secara umum.
2. Dapat memberikan imformasi ilmiah bagi petani dan instansi terkait tentang alelopati.
3. Sebagai bahan masukan untuk mata kuliah “Ilmu Gulma dan Pengendaliannya” tentang alelopati.
4. Sebagai sumber informasi lanjutan bagi mahasiswa Fakultas Pertanian untuk melakukan penelitian.
BAB II
PEMBAHASAN
II. 1. Deskripsi Tentang Alelopati
Alelopati berasal dari bahasa Yunani, allelon yang berarti "satu sama lain" dan pathos yang berarti "menderita". Alelopati didefinisikan sebagai suatu fenomena alam dimana suatu organisme memproduksi dan mengeluarkan suatu senyawa biomolekul (disebut alelokimia) ke lingkungan dan senyawa tersebut memengaruhi perkembangan dan pertumbuhan organisme lain di sekitarnya. Sebagian alelopati terjadi pada tumbuhan dan dapat mengakibatkan tumbuhan di sekitar penghasil alelopati tidak dapat tumbuh atau mati
Alelopati merupakan interaksi antar populasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik. Pada mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa. Contoh jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu.
-     Menurut Rohman dan I wayan Sumberartha, 2001.
Alelopati juga merupakan sebuah fenomena yang berupa bentuk interaksi antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya melalui senyawa kimia
-     Menurut Odum (1971) dalam Rohman dan I wayan Sumberartha (2001)
Alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut.
-     Menurut Molisch pada tahun 1937
Alelopati diartikan sebagai pengaruh negatif dari suatu jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan, dan pembuahan jenis-jenis lainnya.
Kemampuan untuk menghambat pertumbuhan tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu senyawa kimia tertentu yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan. Dalam Rohman dan I wayan Sumberartha (2001) disebutkan bahwa senyawa-senyawa kimia tersebut dapat ditemukan pada jaringan tumbuhan (daun, batang, akar, rhizoma, bunga, buah, dan biji).
II. 2. Sejarah Alelopati
Reaksi alelopati telah dikemukakan oleh Bapak Botani, Theophrastus, sejak tahun 300 SM. Dia menuliskan tentang buncis yang dapat membunuh populasi gulma di sekitarnya. Pada tahun 1 setelah Masehi, seorang cendikiawan dan naturalis Roma bernama Gaius Plinius Secundus menuliskan tentang bagaimana buncis dan jelai dapat berefek "menghanguskan" ladang. Selain itu, dia juga mengemukakan bahwa pohon Walnut bersifat toksik (beracun) terhadapat tumbuhan lain. Pada tahun 1832, Augustin Pyramus De Candolle, seorang ahli botani dan naturalis mengemukakan bahwa tanah dapat menderita "sakit" kemungkinan diakibatkan oleh senyawa kimia yang dikeluarkan oleh tanaman. Penemuan mengenai alelopati semakin jelas ketika pada tahun 1907-1909, dua orang ilmuwan bernama Schreiner dan Reed berhasil mengisolasi senyawa fitotoksik kimia dari tanaman dan tanah. Konsep mengenai alelopati dikemukakan pada tahun 1937 oleh Hans Molisch, seorang ahli fisiologi tanaman asal Austria. Lebih lanjut dijelaskan bahwa senyawa-senyawa tersebut dapat terlepas dari jaringan tumbuhan melalui berbagai cara yaitu melalui penguapan, eksudat akar, pencucian, dan pembusukan bagian-bagian organ yang mati.
II. 3. Mekanisme dan proses terjadinya Alelopati
a. Mekanisme Alelopati
Fenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi kimia antar tumbuhan, antar mikroorganisme, atau antara tumbuhan dan mikroorganisme (Einhellig, 1995a). Menurut Rice (1984) interaksi tersebut meliputi penghambatan dan pemacuan secara langsung atau tidak langsung suatu senyawa kimia yang dibentuk oleh suatu organisme (tumbuhan, hewan atau mikrobia) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme lain. Senyawa kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut alelokimia. Pengaruh alelokimia bersifat selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis organisme tertentu namun tidak terhadap organisme lain (Weston, 1996).
Alelokimia pada tumbuhan dibentuk di berbagai organ, mungkin di akar, batang, daun, bunga dan atau biji. Organ pembentuk dan jenis alelokimia bersifat spesifik pada setiap spesies. Pada umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu asam organik larut air, lakton, asam lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam amino non protein, sulfida serta nukleosida. (Rice,1984; Einhellig, 1995b). Pelepasan alelokimia pada umumnya terjadi pada stadium perkembangan tertentu, dan kadarnya dipengaruhi oleh stres biotik maupun abiotik (Einhellig, 1995b).
Alelokimia pada tumbuhan dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui penguapan, eksudasi akar, pelindian, dan atau dekomposisi. Setiap jenis alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ pembentuknya dan bentuk atau sifat kimianya (Rice, 1984; Einhellig, 1995b).
Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks, namun menurut Einhellig (1995b) proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran.
b. Proses terjadinya Alelopati
Anonim (tanpa tahun) menjelaskan lebih lanjut proses-proses terjadinya alelopati melalui penjelasan berikut ini :
1. Penguapan
Senyawa alelopati ada yang dilepaskan melalui penguapan. Beberapa genus tumbuhan yang melepaskan senyawa alelopati melalui penguapan adalah Artemisia, Eucalyptus, dan Salvia. Senyawa kimianya termasuk ke dalam golongan terpenoid. Senyawa ini dapat diserap oleh tumbuhan di sekitarnya dalam bentuk uap, bentuk embun, dan dapat pula masuk ke dalam tanah yang akan diserap akar.
2. Eksudat akar
Banyak terdapat senyawa kimia yang dapat dilepaskan oleh akar tumbuhan (eksudat akar), yang kebanyakan berasal dari asam-asam benzoat, sinamat, dan fenolat.
3. Pencucian
Sejumlah senyawa kimia dapat tercuci dari bagian-bagian tumbuhan yang berada di atas permukaan tanah oleh air hujan atau tetesan embun. Hasil cucian daun tumbuhan Crysanthemum sangat beracun, sehingga tidak ada jenis tumbuhan lain yang dapat hidup di bawah naungan tumbuhan ini.
4. Pembusukan organ tumbuhan
Setelah tumbuhan atau bagian-bagian organnya mati, senyawa-senyawa kimia yang mudah larut dapat tercuci dengan cepat. Sel-sel pada bagian-bagian organ yang mati akan kehilangan permeabilitas membrannya dan dengan mudah senyawa-senyawa kimia yang ada didalamnya dilepaskan. Beberapa jenis mulsa dapat meracuni tanaman budidaya atau jenis-jenis tanaman yang ditanam pada musim berikutnya.
Selain melalui cara-cara di atas, pada tumbuhan yang masih hidup dapat mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah. Demikian juga tumbuhan yang sudah mati pun dapat melepaskan senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah.
II. 4. Dampak negatif Alelopati bagi tumbuhan
- Menurut Rohman dan I wayan Sumberartha (2001)
Menyebutkan bahwa senyawa-senyawa kimia tersebut dapat mempengaruhi tumbuhan yang lain melalui penyerapan unsur hara, penghambatan pembelahan sel, pertumbuhan, proses fotosintesis, proses respirasi, sintesis protein, dan proses-proses metabolisme yang lain.
- Menurut Anonim (tanpa tahun)
Menjelaskan tentang pengaruh alelopati terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut:
1.   Senyawa alelopati dapat menghambat penyerapan hara yaitu dengan            menurunkan kecepatan penyerapan ion-ion oleh tumbuhan.
2.   Beberapa alelopat menghambat pembelahan sel-sel akar tumbuhan.
3.   Beberapa alelopati dapat menghambat pertumbuhan yaitu dengan      mempengaruhi pembesaran sel tumbuhan.
4.   Beberapa senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat respirasi    akar.
5.   Senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat sintesis protein.
6.   Beberapa senyawa alelopati dapat menurunkan daya permeabilitas membran           pada sel tumbuhan.
7.   Senyawa alelopati dapat menghambat aktivitas enzim.
- Menurut Rice (1974) dalam Salempessy (1998) dalam Tetelay (2003)
Menjelaskan bahwa senyawa alelopat dapat menyebabkan gangguan atau hambatan pada perbanyakan dan perpanjangan sel, aktifitas giberalin dan Indole Acetid Acid (IAA), penyerapan hara, laju fotosintesis, respirasi, pembukaan mulut daun, sintesa protein, aktivitas enzim tertentu dan lain-lain.
- Menurut Patrick (1971) dalam Salampessy (1998) dalam Tetelay (2003)
Menyatakan bahwa hambatan alelopati dapat pula berbentuk pengurangan dan kelambatan perkecambahan biji, penahanan pertumbuhan tanaman, gangguan sistem perakaran, klorosis, layu, bahkan kematian tanaman.
Tumbuhan yang bersifat sebagai alelopat mempunyai kemampuan bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun (Anonim a, Tanpa Tahun). Namun kuantitas dan kualitas senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh tumbuhan dapat dipengaruhi oleh kerapatan tumbuhan alelopat, macam tumbuhan alelopat, saat kemunculan tumbuhan alelopat, lama keberadaan tumbuhan alelopat, habitus tumbuhan alelopat, kecepatan tumbuh tumbuhan alelopat, dan jalur fotosintesis tumbuhan alelopat (C3 atau C4).
II. 5. Penanggulangan Alelopati
Pada ekosistem pertanian alelopati dapat menurunkan atau meningkatkan produktivitas lahan, tergantung pada pembentuk alelokimia (tanaman atau gulma), organisme sasaran dan aktivitasnya. Oleh karena itu penerapannya memerlukan strategi tertentu, yang menurut Einhellig (1995a), dan Caamal-Maldonado et al. (2001) adalah mengendalikan gulma dan atau patogen melalui :
1. Pola tanam di lapangan.
Untuk ini diperlukan tanaman non-produksi (yang selanjutnya disebut tanaman X), yang bersifat alelopat terhadap gulma atau patogen namun tidak terhadap tanaman produksi, dan pemanfaatannya melalui:
a. Rotasi tanam, dengan menanam tanaman X di antara waktu tanam tanaman produksi,
b. Cover crop, tanaman X ditanam sebagai tanaman penutup tanah,
c. Tanaman sela, tanaman X ditanam di antara tanaman produksi,atau
d. Mulsa, organ tanaman X yang diketahui sebagai pembentuk alelokimia dijadikan sebagai mulsa. Pemilihan pola tanam didasarkan atas sifat morfologi dan fisiologi tanaman X, organ pembentuk alelokimia, mekanisme pelepasan, sifat alelokimia dan sebagainya.
2. Produksi pestisida alami dari alelokimia.
Alelokimia yang menghambat gulma atau patogen diformulasi dan diproduksi secara marketable menjadi pestisida alami (herbisida, fungisida, bakterisida dan sebagainya). 
3. Pemuliaan tanaman
Untuk memperoleh kultivar tanaman produksi yang alelopatik bagi gulma pesaingnya. Pada jenis tanaman tertentu mungkin telah ada varitas alami yang bersifat demikian. Bagi jenis tanaman yang belum mempunyai, kultivar seperti ini perlu dikembangkan melalui pemuliaan tanaman secara konvensional (hibridisasi, seleksi, dan identifikasi) maupun non-konvensional (transformasi gen, fusi protoplas, dan lain-lain).
II. 6. Manfaat dan Peranan Alelopati
Selain dapat merugikan tanaman pertanian, alelopati juga mempunyai beberapa manfaat dan peranan bagi pertanian antara lain :
1. Untuk mengendalikan gulma dan penyakit
2. Mencegah timbulnya pencemaran
3. Menambah ketersediaan unsur hara
4. Meminimalkan kerugian dari akibat radiasi matahari dengan pengelolaan iklim mikro, pengelolaan air dan pengendalian erosi.
Beberapa contoh dari tanaman yang dapat melakukan alelopati adalah:
Jenis tanaman
Dampak
Foto
Mimba (Azadirachta indica) dan eukaliptus
Menghambat tanaman yang tumbuh dalam jarak 5 meter.
Mangga
Bubuk daun mangga kering dapat menghambat pertumbuhan teki ladang sepenuhnya.
Brokoli
Residu brokoli dapat mencegah fungi Verticillium penyebab penyakit layu pada beberapa tanaman sayur, contohnya kembang kol dan brokoli sendiri.
Gandum dan gandum hitam
Penekanan pertumbuhan gulma apabila gandum tersebut digunakan sebagai tanaman pelindung atau mulsa.
Lantana atau Saliara
Akar dan tunas tanaman ini dapat mengurangi perkecambahan gulma anggur dan gulma lainnya.
Golongan Leucaena, contohnya lamtoro
Tanaman Leucaena yang ditanam secara bersilangan dengan tanaman pangan di dalam sistem tumpang sari dapat mengurangi hasil panen gandum dan kunir, namun meningkatkan hasil panen jagung dan padi.


II. 7. Penerapan Alelopati dalam Pertanian
Penerapan alelopati dalam pertanian secara garis besar adalah untuk mengendalikan gulma dan penyakit menggunakan bahan yang berasal dari tumbuhan atau mikroorganisme, yaitu meminimalkan serangan hama (termasuk gulma) dan penyakit pada tanaman melalui pencegahan dan perlakuan yang aman. Penggunaan pestisida yang berasal dari tumbuhan bersifat relatif aman, karena berbeda dengan bahan kimia sintetis, bahan alami mudah terurai sehingga tidak akan meninggalkan residu di tanah atau air, dan oleh karena itu tidak menimbulkan pencemaran. Penanaman tanaman produksi maupun non-produksi yang alelopatik terhadap gulma atau patogen bahkan dapat dikatakan tidak menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan dan manusia, dan murah bagi petani sehingga petani tidak perlu menambahkan input dari luar.
Pemanfaatan tanaman non-produksi alelopatik melalui rotasi tanam, cover crop, dan tanaman sela dapat berperan ganda. Selain untuk mengendalikan gulma atau patogen, teknik ini dapat mengoptimalkan ketersediaan unsur hara, karena kedua jenis tanaman tersebut biasanya dipilih yang mempunyai kedalaman akar dan kebutuhan hara yang berbeda, sehingga masing-masing mendapatkan hara dalam jumlah cukup dan tidak terjadi eksploitasi unsur hara. Pemanfaatan sisa organ tanaman tersebut sebagai mulsa juga dapat berperan ganda, yaitu meminimalkan kerugian sebagai akibat radiasi matahari dengan pengelolaan iklim mikro, pengelolaan air dan pengendalian erosi. Dengan menutup permukaan tanah maka radiasi matahari tidak langsung mengenai tanah sehingga menurunkan suhu tanah, mengurangi evaporasi (penguapan air tanah) dan akibatnya ketersedian air tanah tetap memadai. Mulsa yang berasal dari bahan tanaman juga dapat mencegah erosi, karena humus yang berasal dari mulsa merupakan bahan organik yang memiliki retensi air yang cukup tinggi sehingga air terserap ke dalam tanah dan tidak dapat menghanyutkan permukaan tanah.
II. 8. Proses Alelopati pada Hewan
Istilah alelopati memang lebih banyak digunakan untuk fenomena yang mengacu pada tanaman, namun beberapa penulis juga menggunakan istilah tersebut pada hewan. Penelitian mengenai alelopati pada hewan dipelopori oleh Porter dan Targett (1988) yang meneliti tentang alelopati pada spons atau hewan porifera.
 Mereka mempelajari bahwa kontak spons Plakortis halichondroides dapat menyebabkan nekrosis pada koral Agaricia lamarcki. Salah satu contoh lainnya adalah spons dari golongan Dysidea sp. dapat memengaruhi pertumbuhan spons Cacospongia sp. yang berlebihan dan menyebabkan nekrosis.
II. 9. Proses Alolepati pada makhluk hidup lainnya
Fitoplankton di lingkungan perairan merupakan salah satu golongan makhluk hidup yang diketahui dapat mengakibatkan alelopati. Spesies yang sebagian besar memproduksinya adalah dinofalgelata, flagellata, atau sianobakteri. Jumlah senyawa alelokimia yang diproduksi di bawah lingkungan yang kekurangan unsur nitrogen (N) dan fosfor (P), relatif lebih tinggi dibandingkan lingkungan yang memiliki unsur N dan P yang cukup.
 Hal ini menunjukkan bahwa selain sebagai mekanisme pertahanan diri, alelopati merupakan cara untuk berkompetisi memperioleh nutrisi atau makanan.

BAB III.
 PENUTUP
III. 1. Kesimpulan
Alelopati merupakan sebuah fenomena yang berupa bentuk interaksi antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya melalui senyawa kimia, alelopati juga merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Kemampuan untuk menghambat pertumbuhan tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu senyawa kimia tertentu yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan.
Pemanfaatan mekanisme alelopati terutama untuk mengendalikan gulma dan/atau patogen. Tumbuhan yang bersifat sebagai alelopat mempunyai kemampuan bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Namun kuantitas dan kualitas senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh tumbuhan dapat dipengaruhi oleh kerapatan tumbuhan alelopat, macam tumbuhan alelopat, saat kemunculan saat kemunculan tumbuhan alelopat, lama keberadaan tumbuhan alelopat, habitus tumbuhan alelopat, kecepatan tumbuh tumbuhan alelopat, dan jalur fotosintesis tumbuhan alelopat (C3 atau C4).
Istilah alelopati memang lebih banyak digunakan untuk fenomena yang mengacu pada tanaman, namun beberapa penulis juga menggunakan istilah tersebut pada hewan dan makhluk hidup lainnya 
III. 2. Saran
Penyusun berharap kepada pembaca untuk menyimak, mempelajari dan menggunakan makalah ” Alelopati dan Penanggulangannya “  sebagai motivasi dan menjadi referensi kepada pembaca dalam melakukan kegiatan usaha disektor pertanian.  Akhirnya  penyusun sadari sepenuhnya bahwa makalah yang kami susun jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar