STRATEGI
PEMUPUKAN DI TENGAH ANCAMAN PERUBAHAN IKLIM
Pupuk merupakan salah satu faktor
produksi yang vital dalam budidaya tanaman pertanian, khususnya tanaman
perkebunan. Dalam acuan baku alokasi biaya pupuk dapat mencapai 70% dari total
biaya produksi. Sebagai mata dagangan komersial harga pupuk sangat ditentukan
oleh harga bahan baku, biaya produksi ( energi dan tenaga kerja ) dan
transportasi. Dinamika harganya sangat dipengaruhi oleh kondisi pasokan dan
permintaan. Di sisi lain, perilakupetani dalam pemupukan masih memerlukan
dukungan kebijakan dari pemerintah yang kondusif.
Atas dasar hal tersebut,
maka upaya efisiensi secara terus menerus dilakukan agar modal yang ditanamkan
mampu menghasilkan panen yang menguntungkan. Upaya-upaya ini menyangkut
perbaikan produk pupuk dan/atau perbaikan efisiensi tanah. Paradigma pengguna
pupuk masih menggunakan pola piker lama, yaitu mengutamakan harga perkilogram
pupuk dan bukan menekankan peningkatan B/C rasio. Peningkatan biaya tidak
menjadi masalah jika peningkatan margin keuntungan mampu
mengkonpensasikannya/menghemat biaya menjadi tambahan keuntungan.
Di sisi lain para pabrikan
pupuk kimia konvensional (urea,TSP/SP dan MOP) sudah mulai menghadapi penurunan
laju penyediaan bahan baku. Kebijakan produksi SP-18 menggantikan SP-36
menunjukan bahwa pabrikan menghadapi kesulitan pasokan bahan baku dan besarnya
permintaan yang wajib dipenuhi. Namun, karena pruduk SP-36 sudah melekat dalam
persepsi petani, produk baru berkadar P2O5 lebih rendah tersebut tidak
berlanjut. Selain itu, hampir semua pabrik pupuk kimia konvensional sejak tahun
2008 mengembangkan pupuk organik / hayati.
Di
luar masalah tanatangan inefisiensi pemupukan akibat teknik implementasinya,
sejak beberapa tahun terakhir ini muncul fenomena perubahan iklim yang
berdampak luas terhadapa kinerja tanah dan tanaman. Perubahan iklim terutama
yang berkaitan dengan peningkatan kadar karbondioksida ( CO2 ) di atmosfer
berpengaruh nyata terhadap perubahan sifat tanah dan umumnya positif bagi
kinerja tanaman. Sebaliknya, penurunan curah hujan dan naiknya intensitas suhu
udara di musim kemarau menekan produktivitas tanaman secara umum. Kondisi ini
memerlukan pemahaman dan strategi penanganan khusus guna mencapai hasil
maksimal dengan memanfaatkan secara positif dampak perubahan iklim.
Teori
Efisiensi Pupuk
Dalam serangkaian hasil
penelitian yang dikumpulkan sejak tahun 1970’an, fenomena efisiensi pupuk yang
diberikan ketanaman melalui tanah memberikan indikasi pemborosan yang luar
biasa besarnya, karena upaya untuk mencegah kehilangan pupuk oleh proses
kimia-fisik-biologi pada tanah kurang mendapat perhatian. Potensi kehilangan
pupuk yang dimaksud adalah :
-
Melalui aliran permukaan ( 21% )
-
Evaporasi ( 19% ),
-
Imobilisasi Mikroba ( 5% )
-
Fiksasi Liat ( 30% ),dan
-
Pencucian ( 13% ).
Dengan kata lain, dari
jumlah pupuk yang diberikan melalui rekomendasi pemupukan pupuk kimia
konvensional selama ini, hanya sekitar 12% yang diserap oleh tanaman jika proses-proses
tersebut berlangsung simultan dan maksimal.
Hal tersebut disatu sisi
menunjukkan betapa rendahnya kapasitas tanah2 pertanian/perkebunan yang
digunakan saat ini dalam menyediakan kondisi kesuburan yang dibutuhkan oleh
tanaman. Tingkat produksi tanaman akhirnya ditentukan oleh seberapa besar tanah
mampu diserap oleh tanaman. Berdasarkan pemahaman dari fakta tersebut diatas,
efisensi pemupukan hanya bisa mencapai hasil maksimal ketika praktek pemupukan
sekaligus memperhatikan berbagai upaya untuk mengurangi pengaruh negatif
faktor2 penyebab kehilangan nutrisi pupuk. Dengan kata lain, pengelolaan tanah
menjadi faktor kunci yang perlu diperhatikan untuk mencapai keuntungan yang
optimal.
Pemikiran
pengkayaan formulasi pupuk dengan unsure bermanfaat lainnya adalah sangat logis
untuk mendapatkan kombinasi maksimal dari unsur pupuk yang diproduksi dalam
satu kemasan. Namun perlu dipahami bahwa komposisi unsur pupuk di dalam satu
kemasan dinyatakan dalam satu perbandingan terhadap unsur lainnya termasuk ruang
untuk bahan pengisi (fillers). Dengan demikian, penambahan satu unsur pupuk ke
dalam formula yang telah ada akan menurunkan secara relatif (%) unsur pupuk
yang lain. Disisi lain proses produksi pupuk memerlukan komtabilitas antar
sumber bahan baku untuk dapat menghasilkan produk pupuk yang efisien dan
efektif. Oleh karena itu, tidak akan mungkin dapat diperoleh formulasi
20-10-15-15 atau 20-10-15-30 untuk N-P2O5-K2O-SiO2 karena kemurnian bahan baku
tidak 100%.
Upaya
– upaya Peningkatan Efisiensi Pemupukan
Sejak didalaminya persoalan
biaya dan ketepatan pasokan pupuk dan desakan kelompok pecinta lingkungan, para
praktisi pertanian berbasis tanaman dan para pengembang teknologi pupuk dan
pemupukan berupaya keras mencari solusi untuk peningkatan efisiensinya.
Upaya-upaya tersebut dapat digolongkan kedalam 3 kelompok, yaitu :
- Perbaikan teknis aplikasi
- perbaikan formulasi pupuk
- kombinasi keduanya.
Solusi yang ditempuh
kemudian menggunakan dua pendekatan umum, yaitu perbaikan sifat2 tanah untuk
meningkatkan kapasitasnya mendukung produktivitas tanaman dan manipulasi bentuk
dan sifat pupuk untuk menekan pelepasan berlebih agar kehilangan nutrisinya dapat
ditekan semaksimal mungkin. Yang pertama
menyangkut perbaikan keasaman (pH) tanah, peningkatan kadar bahan organik
tanah, memperbesar kapasitas tukar kation dan/atau pengaktifan peran mikroba
tanah. Yang kedua, lebih banyak berupa formula pupuk yang pelepasannya
terkendali (controlled release fertilizers), teknik aplikasi infus akar, lubang
batang, dan semprot daun.
Kelompok pendekatan pertama
tersebut lebih dekat arahnya dengan teknologi ameliorasi (pembenahan) tanah,
sedang yanhg kedua adalah teknologi pupuk nonkonvensional (alternatif). Sasaran
teknologi yang pertama pada dasarnya adalah untuk optimalisasi sifat tanah agar
memberikan media yang kondusif bagi pertumbuhan akar tanaman. Penyehatan zona
perkaran menjadi target baru yang akan populer dimasa mendatang karena sudah
terbukti memberikan manfaat ganda bagi pengelolaan tanah dan tanaman.
Penggunaan bahan-bahan alami tertentu terbukti mampu mendorong pertumbuhan
perakaran secara intensif karena senyawa2 hasil dekomposisi yang menghambat
pertumbuhannya dinonaktifkan. Dampak selanjutnya, konsumsi pupuk dapat
dikurangi secara nyata. Mineral batu kapur, zeolit, arang aktif, kompos, pupuk
kandang, dan pupuk hayati merupakan contoh dari pembenah tanah.
Teknologi
pupuk alternatif berkembang sangat pesat sejak awal tahun 1996’an akibat
dihapuskannya subsidi pupuk kimia konvensional (urea, TSP/SP dan MOP) bagi
pengusaha perkebunan oleh pemerintah. Kolompok2 pupuk nonkonvensional tersebut
antara lain adalah bersifat pelepasan terkendali (tablet, briket dan butiran),
berbahan aktif organo-kimia (asam humat dan fulvat), berbentuk pupuk cair (daun
dan akar) dan pupuk lubang batang. Secara umum sasarannya adalah untuk menekan
kehilangan nutrisi pupuk melalui sifat2 efisiensinya dan pada gilirannya
menawarkan penghematan biaya pemupukan, baik dari sisi dosis maupun tenaga
kerja yang lebih sedikit.
Kelompok
Produk Non-Konvensional Dominan
Disamping kapur pertanian,
dolomit dan kompos merupakan produk2 yang diperkirakan akan mendominasi pasar
pembenah tanah. Sebagai contohnya, yaitu pupuk kompos, pupuk hayati dan
kombinasi kapur – pupuk kandang – arang pirolisis (bio-char). Secara umum
aplikasi kompos dan pupuk hayati masing2 mengarah pada perbaikan sifat fisik
dan biologi. Yang pada gilirannya mampu menghemat kebutuhan pupuk konvensional
yang ditambahkan karena proses kehilangan pupuk bisa ditekan semaksimal
mungkin. Sebaliknya, formula pembedah tanah yang mengandung unsur kapur, arang
dan organik mampu menyerap berbagai gas hasil dekomposisi yang menghambat
pertumbuhan akar tanaman. Dengan penyehatan zona perakaran ini, akar tumbuh
secara maksimal dan akibatnya kebutuhan pupuk konvensional secara nyata
berkurang tanpa berpengaruh negatif terhadap produksi.
Pupuk konvensional akan
makin kurang populer khususnya yang berupa pupuk tunggal. Pupuk majemuk NPKMg
dengan atau tambahan unsur mikro akan menjadi pilihan. Namun, dengan sifatnya
yang masih tergolong cepat larut, lambat laun formula NPK plus ini akan
menyurut popularitasnya. Jenis2 pupuk nonkonvensional dengan sifat pelarutan
terkendali, mengandung senyawa mirip hormon tumbuh dan/atau senyawa inti aktif
organik akan memberikan tawaran penghematan dosis dan biaya karena memiliki
tingkat efisiensi lebih tinggi dari pada NPK majemuk dan tunggal. Kombinasinya
dengan pembenah hayati atau pupuk hayati akan menjadi populer dimasa mendatang.
Pupuk
dan pembenah hayati akan didominasi oleh bahan aktif yang mampu meningkatkan
pasokan Nitrogen dari atmosfer, menambang kembali fosfat dan Kalium tanah,
mempercepat pelarutan bertahap senyawa posfat dari bahan sukar larut, pengikat
logam berat, pendorong agregasi tanah dan pelapuk bahan organik tanah. Mikroba2
kelompok ini tergolong hidup bebas dan tidak perlu bersimbiosis dengan akar
tanaman.
Strategi
Pemupukan Cerdas
Dengan mempelajari karakter
petani tanaman pangan dan Hortikuktura skala kecil, maka pemupukan berimbang
yang menjadi kunci keberhasilan budidaya tanaman tetapi belum dipahami secara
utuh oleh mereka, mendorong digunakannya strategi ‘memaksa beli satu dapat
banyak‘. Cara yang ditempuh adalah berupa perakitan pupuk majemuk NPKMg yang
dikemas dalam komposisi seimbang dan sifatnya taylor made. Kendala berupa kerumitan mengurus tiga atau sampai
empat jenis pupuk tunggal secara terpisah akan banyak dapat diatasi dengan
adanya pupuk majemuk bentuk granul. Secara praktek, penggunaan pupuk NPK
majemuk lebih praktis dan secara spesifik formulasinya dapat dikembangkan
sesuai kebutuhan. Akomodasi kebutuhan nutrisi dilakukan dengan konversi dosis
anjuran dari pupuk yang dimaksud.
Disisi lain persoalan
inefisiensi pemupukan diakibatkan pula oleh kurangnya perhatian terhadap
perawatan kesehatan tanah. Tanah yang sehat bukan berarti bebas dari sumber
penyakit tanaman, tetapi adalah mampu menyediakan lingkungan pertumbuhan akar
tanaman yang optimal. Pertumbuhan akar yang optimal mampu dicapai ketika
hambatan mekanis kecil, porositas tinggi, daya menyimpan air cukup, senyawa2
hasil dekomposisi yang menghambat respirasi akar rendah, dan pengaruh kemasaman
rendah. Tanpa upaya memperbaiki kondisi ini maka pemupukan kimia sintesis akan
banyak mengalami kehilangan unsur hara melalui proses penguapan/pencucian. Pada
gilirannya biaya produksi naik tetapi produksi tidak meningkat.
Oleh karena itu, untuk masa2
yang akan datang, di dalam pengelolaan lahan2 marginal tidak akan efektif jika
pemupukan dilakukan dengan cara seperti biasa. Terobosan harus dilakukan untuk
dapat memberikan hasil nyata dalam waktu singkat, Di masa mendatang perbedaan
pupuk dengan pembenah tanah akan semakin kecil karena tanpa penyehatan tanah
pemupukan yang dilakukan banyak membuang uang, waktu dan tenaga. Bagaimanapun
juga, pembenah tanah yang dimaksud adalah yang memiliki komponen2 yang mampu
menekan anasir2 negatif di dalam tanah. Dengan kata lain, pembenah tanah akan
berperan sebagai pupuk dasar pada tanaman baru/sebagai pembersih senyawa2 racun
yang ada di dalam tanah.
Strategi pemupukan yang
cerdas adalah dengan memadukan program penyehatan tanah dengan pemasok nutrisi
yang dibutuhkan oleh tanaman. Salah satu contohnya adalah memanfaatkan biomasa
bukan komponen hasil kembali ke tanah dalam bentuk kompos bioaktif. Sebagai
contoh, serapan Si yang tinggi oleh tanaman padi dan tebu (10-20 kali tanaman
legume dan dikotil) dapat dipasok oleh penggunaan kompos jerami atau bagas
tebu. Dengan demikian kekurangan Si untuk tanaman ini dapat dipenuhi oleh
penggunaan pupuk yang diperkaya dengan Si. Dampak positif dari penggunaan
kompos jenis ini juga banyak ditemukan dalam pengelolaan tanaman rakus pupuk
seperti kelapa sawit.
Pupuk
adalah sebuah komoditi hasil dari inovasi teknologi yang dirancang dan
dikembangkan melalui riset ilmiah yang teruji. Sebagai perusahaan yang berbasis
teknologi, BUMN pupuk sudah seharusnya tanggap terhadap perilaku pasar dan
segera menangkap teknologi yang dibutuhkannya. Tentu saja teknologi yang
dimaksud adalah yang sudah teruji melalui riset ilmiah dalam skala luas.
Introduksi pemikiran pengembangan produk baru yang dilandasi oleh pemahaman
ilmiah yang memadai akan menyulitkan pihak produsen dalam meyakinkan konsumen.
Sebagai contoh misalnya rencana pengembangan pupuk silika untuk tanaman
pertanian. Memang benar bahwa pupuk silika telah digunakan untuk tanaman padi
(di Jepang) dengan hasil yang memuaskan. Tidak ada keraguan tentang manfaat
unsur silika di dalam menghasilkan tanaman yang lebih sehat dan tahan hama
penyakit tetapi takaran optimumnya masih menjadi perdebatan. Data riset dalam
negeri tentang pemanfaatan silika sebagai pupuk atau bagian dari pupuk masih
sangat terbatas.
Sumber : Media Perkebunan edisi 123
Februari 2014, hal.72 “Didiek Hadjar Goenadi, Peneliti Utama Bidang Kesuburan
dan Biologi Tanah PT. Riset Perkebunan Nusantara “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar