bintang jatuh

Rabu, 12 Maret 2014

Strategi Pemupukan di Tengah Ancaman Perubahan Iklim

STRATEGI PEMUPUKAN DI TENGAH ANCAMAN PERUBAHAN IKLIM
            Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang vital dalam budidaya tanaman pertanian, khususnya tanaman perkebunan. Dalam acuan baku alokasi biaya pupuk dapat mencapai 70% dari total biaya produksi. Sebagai mata dagangan komersial harga pupuk sangat ditentukan oleh harga bahan baku, biaya produksi ( energi dan tenaga kerja ) dan transportasi. Dinamika harganya sangat dipengaruhi oleh kondisi pasokan dan permintaan. Di sisi lain, perilakupetani dalam pemupukan masih memerlukan dukungan kebijakan dari pemerintah yang kondusif.
Atas dasar hal tersebut, maka upaya efisiensi secara terus menerus dilakukan agar modal yang ditanamkan mampu menghasilkan panen yang menguntungkan. Upaya-upaya ini menyangkut perbaikan produk pupuk dan/atau perbaikan efisiensi tanah. Paradigma pengguna pupuk masih menggunakan pola piker lama, yaitu mengutamakan harga perkilogram pupuk dan bukan menekankan peningkatan B/C rasio. Peningkatan biaya tidak menjadi masalah jika peningkatan margin keuntungan mampu mengkonpensasikannya/menghemat biaya menjadi tambahan keuntungan.
Di sisi lain para pabrikan pupuk kimia konvensional (urea,TSP/SP dan MOP) sudah mulai menghadapi penurunan laju penyediaan bahan baku. Kebijakan produksi SP-18 menggantikan SP-36 menunjukan bahwa pabrikan menghadapi kesulitan pasokan bahan baku dan besarnya permintaan yang wajib dipenuhi. Namun, karena pruduk SP-36 sudah melekat dalam persepsi petani, produk baru berkadar P2O5 lebih rendah tersebut tidak berlanjut. Selain itu, hampir semua pabrik pupuk kimia konvensional sejak tahun 2008 mengembangkan pupuk organik / hayati.
Di luar masalah tanatangan inefisiensi pemupukan akibat teknik implementasinya, sejak beberapa tahun terakhir ini muncul fenomena perubahan iklim yang berdampak luas terhadapa kinerja tanah dan tanaman. Perubahan iklim terutama yang berkaitan dengan peningkatan kadar karbondioksida ( CO2 ) di atmosfer berpengaruh nyata terhadap perubahan sifat tanah dan umumnya positif bagi kinerja tanaman. Sebaliknya, penurunan curah hujan dan naiknya intensitas suhu udara di musim kemarau menekan produktivitas tanaman secara umum. Kondisi ini memerlukan pemahaman dan strategi penanganan khusus guna mencapai hasil maksimal dengan memanfaatkan secara positif dampak perubahan iklim.
Teori Efisiensi Pupuk
Dalam serangkaian hasil penelitian yang dikumpulkan sejak tahun 1970’an, fenomena efisiensi pupuk yang diberikan ketanaman melalui tanah memberikan indikasi pemborosan yang luar biasa besarnya, karena upaya untuk mencegah kehilangan pupuk oleh proses kimia-fisik-biologi pada tanah kurang mendapat perhatian. Potensi kehilangan pupuk yang dimaksud adalah :
- Melalui aliran permukaan ( 21% )
- Evaporasi ( 19% ),
- Imobilisasi Mikroba ( 5% )
- Fiksasi Liat ( 30% ),dan
- Pencucian ( 13% ).
Dengan kata lain, dari jumlah pupuk yang diberikan melalui rekomendasi pemupukan pupuk kimia konvensional selama ini, hanya sekitar 12% yang diserap oleh tanaman jika proses-proses tersebut berlangsung simultan dan maksimal.
Hal tersebut disatu sisi menunjukkan betapa rendahnya kapasitas tanah2 pertanian/perkebunan yang digunakan saat ini dalam menyediakan kondisi kesuburan yang dibutuhkan oleh tanaman. Tingkat produksi tanaman akhirnya ditentukan oleh seberapa besar tanah mampu diserap oleh tanaman. Berdasarkan pemahaman dari fakta tersebut diatas, efisensi pemupukan hanya bisa mencapai hasil maksimal ketika praktek pemupukan sekaligus memperhatikan berbagai upaya untuk mengurangi pengaruh negatif faktor2 penyebab kehilangan nutrisi pupuk. Dengan kata lain, pengelolaan tanah menjadi faktor kunci yang perlu diperhatikan untuk mencapai keuntungan yang optimal.
Pemikiran pengkayaan formulasi pupuk dengan unsure bermanfaat lainnya adalah sangat logis untuk mendapatkan kombinasi maksimal dari unsur pupuk yang diproduksi dalam satu kemasan. Namun perlu dipahami bahwa komposisi unsur pupuk di dalam satu kemasan dinyatakan dalam satu perbandingan terhadap unsur lainnya termasuk ruang untuk bahan pengisi (fillers). Dengan demikian, penambahan satu unsur pupuk ke dalam formula yang telah ada akan menurunkan secara relatif (%) unsur pupuk yang lain. Disisi lain proses produksi pupuk memerlukan komtabilitas antar sumber bahan baku untuk dapat menghasilkan produk pupuk yang efisien dan efektif. Oleh karena itu, tidak akan mungkin dapat diperoleh formulasi 20-10-15-15 atau 20-10-15-30 untuk N-P2O5-K2O-SiO2 karena kemurnian bahan baku tidak 100%.
Upaya – upaya Peningkatan Efisiensi Pemupukan
Sejak didalaminya persoalan biaya dan ketepatan pasokan pupuk dan desakan kelompok pecinta lingkungan, para praktisi pertanian berbasis tanaman dan para pengembang teknologi pupuk dan pemupukan berupaya keras mencari solusi untuk peningkatan efisiensinya. Upaya-upaya tersebut dapat digolongkan kedalam 3 kelompok, yaitu :
- Perbaikan teknis aplikasi
- perbaikan formulasi pupuk
- kombinasi keduanya.
Solusi yang ditempuh kemudian menggunakan dua pendekatan umum, yaitu perbaikan sifat2 tanah untuk meningkatkan kapasitasnya mendukung produktivitas tanaman dan manipulasi bentuk dan sifat pupuk untuk menekan pelepasan berlebih agar kehilangan nutrisinya dapat ditekan semaksimal mungkin.  Yang pertama menyangkut perbaikan keasaman (pH) tanah, peningkatan kadar bahan organik tanah, memperbesar kapasitas tukar kation dan/atau pengaktifan peran mikroba tanah. Yang kedua, lebih banyak berupa formula pupuk yang pelepasannya terkendali (controlled release fertilizers), teknik aplikasi infus akar, lubang batang, dan semprot daun.
Kelompok pendekatan pertama tersebut lebih dekat arahnya dengan teknologi ameliorasi (pembenahan) tanah, sedang yanhg kedua adalah teknologi pupuk nonkonvensional (alternatif). Sasaran teknologi yang pertama pada dasarnya adalah untuk optimalisasi sifat tanah agar memberikan media yang kondusif bagi pertumbuhan akar tanaman. Penyehatan zona perkaran menjadi target baru yang akan populer dimasa mendatang karena sudah terbukti memberikan manfaat ganda bagi pengelolaan tanah dan tanaman. Penggunaan bahan-bahan alami tertentu terbukti mampu mendorong pertumbuhan perakaran secara intensif karena senyawa2 hasil dekomposisi yang menghambat pertumbuhannya dinonaktifkan. Dampak selanjutnya, konsumsi pupuk dapat dikurangi secara nyata. Mineral batu kapur, zeolit, arang aktif, kompos, pupuk kandang, dan pupuk hayati merupakan contoh dari pembenah tanah.
Teknologi pupuk alternatif berkembang sangat pesat sejak awal tahun 1996’an akibat dihapuskannya subsidi pupuk kimia konvensional (urea, TSP/SP dan MOP) bagi pengusaha perkebunan oleh pemerintah. Kolompok2 pupuk nonkonvensional tersebut antara lain adalah bersifat pelepasan terkendali (tablet, briket dan butiran), berbahan aktif organo-kimia (asam humat dan fulvat), berbentuk pupuk cair (daun dan akar) dan pupuk lubang batang. Secara umum sasarannya adalah untuk menekan kehilangan nutrisi pupuk melalui sifat2 efisiensinya dan pada gilirannya menawarkan penghematan biaya pemupukan, baik dari sisi dosis maupun tenaga kerja yang lebih sedikit.
Kelompok Produk Non-Konvensional Dominan
Disamping kapur pertanian, dolomit dan kompos merupakan produk2 yang diperkirakan akan mendominasi pasar pembenah tanah. Sebagai contohnya, yaitu pupuk kompos, pupuk hayati dan kombinasi kapur – pupuk kandang – arang pirolisis (bio-char). Secara umum aplikasi kompos dan pupuk hayati masing2 mengarah pada perbaikan sifat fisik dan biologi. Yang pada gilirannya mampu menghemat kebutuhan pupuk konvensional yang ditambahkan karena proses kehilangan pupuk bisa ditekan semaksimal mungkin. Sebaliknya, formula pembedah tanah yang mengandung unsur kapur, arang dan organik mampu menyerap berbagai gas hasil dekomposisi yang menghambat pertumbuhan akar tanaman. Dengan penyehatan zona perakaran ini, akar tumbuh secara maksimal dan akibatnya kebutuhan pupuk konvensional secara nyata berkurang tanpa berpengaruh negatif terhadap produksi.
Pupuk konvensional akan makin kurang populer khususnya yang berupa pupuk tunggal. Pupuk majemuk NPKMg dengan atau tambahan unsur mikro akan menjadi pilihan. Namun, dengan sifatnya yang masih tergolong cepat larut, lambat laun formula NPK plus ini akan menyurut popularitasnya. Jenis2 pupuk nonkonvensional dengan sifat pelarutan terkendali, mengandung senyawa mirip hormon tumbuh dan/atau senyawa inti aktif organik akan memberikan tawaran penghematan dosis dan biaya karena memiliki tingkat efisiensi lebih tinggi dari pada NPK majemuk dan tunggal. Kombinasinya dengan pembenah hayati atau pupuk hayati akan menjadi populer dimasa mendatang.
Pupuk dan pembenah hayati akan didominasi oleh bahan aktif yang mampu meningkatkan pasokan Nitrogen dari atmosfer, menambang kembali fosfat dan Kalium tanah, mempercepat pelarutan bertahap senyawa posfat dari bahan sukar larut, pengikat logam berat, pendorong agregasi tanah dan pelapuk bahan organik tanah. Mikroba2 kelompok ini tergolong hidup bebas dan tidak perlu bersimbiosis dengan akar tanaman.
Strategi Pemupukan Cerdas
Dengan mempelajari karakter petani tanaman pangan dan Hortikuktura skala kecil, maka pemupukan berimbang yang menjadi kunci keberhasilan budidaya tanaman tetapi belum dipahami secara utuh oleh mereka, mendorong digunakannya strategi ‘memaksa beli satu dapat banyak‘. Cara yang ditempuh adalah berupa perakitan pupuk majemuk NPKMg yang dikemas dalam komposisi seimbang dan sifatnya taylor made. Kendala berupa kerumitan mengurus tiga atau sampai empat jenis pupuk tunggal secara terpisah akan banyak dapat diatasi dengan adanya pupuk majemuk bentuk granul. Secara praktek, penggunaan pupuk NPK majemuk lebih praktis dan secara spesifik formulasinya dapat dikembangkan sesuai kebutuhan. Akomodasi kebutuhan nutrisi dilakukan dengan konversi dosis anjuran dari pupuk yang dimaksud.
Disisi lain persoalan inefisiensi pemupukan diakibatkan pula oleh kurangnya perhatian terhadap perawatan kesehatan tanah. Tanah yang sehat bukan berarti bebas dari sumber penyakit tanaman, tetapi adalah mampu menyediakan lingkungan pertumbuhan akar tanaman yang optimal. Pertumbuhan akar yang optimal mampu dicapai ketika hambatan mekanis kecil, porositas tinggi, daya menyimpan air cukup, senyawa2 hasil dekomposisi yang menghambat respirasi akar rendah, dan pengaruh kemasaman rendah. Tanpa upaya memperbaiki kondisi ini maka pemupukan kimia sintesis akan banyak mengalami kehilangan unsur hara melalui proses penguapan/pencucian. Pada gilirannya biaya produksi naik tetapi produksi tidak meningkat.
Oleh karena itu, untuk masa2 yang akan datang, di dalam pengelolaan lahan2 marginal tidak akan efektif jika pemupukan dilakukan dengan cara seperti biasa. Terobosan harus dilakukan untuk dapat memberikan hasil nyata dalam waktu singkat, Di masa mendatang perbedaan pupuk dengan pembenah tanah akan semakin kecil karena tanpa penyehatan tanah pemupukan yang dilakukan banyak membuang uang, waktu dan tenaga. Bagaimanapun juga, pembenah tanah yang dimaksud adalah yang memiliki komponen2 yang mampu menekan anasir2 negatif di dalam tanah. Dengan kata lain, pembenah tanah akan berperan sebagai pupuk dasar pada tanaman baru/sebagai pembersih senyawa2 racun yang ada di dalam tanah.
Strategi pemupukan yang cerdas adalah dengan memadukan program penyehatan tanah dengan pemasok nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman. Salah satu contohnya adalah memanfaatkan biomasa bukan komponen hasil kembali ke tanah dalam bentuk kompos bioaktif. Sebagai contoh, serapan Si yang tinggi oleh tanaman padi dan tebu (10-20 kali tanaman legume dan dikotil) dapat dipasok oleh penggunaan kompos jerami atau bagas tebu. Dengan demikian kekurangan Si untuk tanaman ini dapat dipenuhi oleh penggunaan pupuk yang diperkaya dengan Si. Dampak positif dari penggunaan kompos jenis ini juga banyak ditemukan dalam pengelolaan tanaman rakus pupuk seperti kelapa sawit.
Pupuk adalah sebuah komoditi hasil dari inovasi teknologi yang dirancang dan dikembangkan melalui riset ilmiah yang teruji. Sebagai perusahaan yang berbasis teknologi, BUMN pupuk sudah seharusnya tanggap terhadap perilaku pasar dan segera menangkap teknologi yang dibutuhkannya. Tentu saja teknologi yang dimaksud adalah yang sudah teruji melalui riset ilmiah dalam skala luas. Introduksi pemikiran pengembangan produk baru yang dilandasi oleh pemahaman ilmiah yang memadai akan menyulitkan pihak produsen dalam meyakinkan konsumen. Sebagai contoh misalnya rencana pengembangan pupuk silika untuk tanaman pertanian. Memang benar bahwa pupuk silika telah digunakan untuk tanaman padi (di Jepang) dengan hasil yang memuaskan. Tidak ada keraguan tentang manfaat unsur silika di dalam menghasilkan tanaman yang lebih sehat dan tahan hama penyakit tetapi takaran optimumnya masih menjadi perdebatan. Data riset dalam negeri tentang pemanfaatan silika sebagai pupuk atau bagian dari pupuk masih sangat terbatas.

Sumber : Media Perkebunan edisi 123 Februari 2014, hal.72 “Didiek Hadjar Goenadi, Peneliti Utama Bidang Kesuburan dan Biologi Tanah PT. Riset Perkebunan Nusantara “

Tidak ada komentar:

Posting Komentar